Padaherang, (harapanrakyat.com),- Entah sejak kapan mudik lebaran di Indonesia menjadi sebuah fenomena kultural unik yang terjadi setiap tahun. Mudik dan Idul Fitri seakan menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan bagi sebagian orang Indonesia.
Mudik sendiri dalam bahasa sederhana dan mudah dimengerti adalah pulang kampung. Tapi dalam pengertian yang agak luas, mudik adalah sebuah budaya mempererat kekerabatan dan persahabatan.
Agenda mudik menjelang lebaran biasanya dilakukan oleh orang-orang yang merantau ke luar kampung halaman. Mereka berbondong-bondong pulang ke daerah asal saat menjelang lebaran. Bisa dipastikan, pada saat-saat seperti itu, semua moda transportasi selalu mengalami kepadatan dari mulai pesawat, kereta api, bus, dan kapal laut.
Kegiatan mudik yang unik juga terjadi di penyebrangan perahu rakit Sungai Citanduy, di wilayah Dusun Tarisi Desa Maruyungsari Kec. Padaherang. Penyebrangan itu seringkali dipadati pemudik saat menjelang lebaran.
Saat ditemui HR, Kades Maruyungsari, Turino, Selasa (14/8), mengatakan, sekitar 15 persen warganya, bekerja di wilayah Cilacap Jawa Tengah (Jateng). Di Jateng, warga Maruyungsari bekerja sebagai buruh di sejumlah perusahaan dan toko. Kebanyakan dari mereka juga mengontrak (tinggal dengan menyewa rumah) di Jateng.
Biasanya, kata Turino, warganya baru pulang/ mudik saat akan lebaran Idul Fitri seperti sekarang-sekarang ini. Dan penyebrangan yang ada di Maruyungsari, menjadi satu-satunya penyebrangan yang digunakan oleh warganya.
Dengan begitu, pantas saja jika penyebrangan yang dikelola oleh warga Maruyungsari itu menjadi ramai. Tentunya, keramaian para pemudik tersebut juga membawa berkah bagi pemilik perahu, yang menggantungkan hidup dari jasa penyebrangan.
Sementara bagi pemudik, penyebrangan tersebut sangat membantu mereka, ketika mereka ingin pulang ke kampung halaman. Ani, warga Maruyungsari, yang kebetulan mudik menggunakan jasa penyebrangan tersebut, mengakui hal itu. Meski begitu, Ani juga selalu merasa was-was saat menggunakan perahu rakit itu.
Wagiman, warga Paledah, mengaku, selain lebih cepat sampai di kampung halaman, menggunakan jasa penyebarangan perahu rakit juga menjadi pilihan transportasi yang irit ongkos.
âSaya lebih memilih menyebrang dengan perahu rakit, ketimbang harus memutar, melalui daerah Kalipucang. Selain lebih cepat, ongkos yang harus dikeluarkan juga lebih sedikit,â ungkapnya.
Wasmanto (57), warga Maruyungsari, yang juga pemilik perahu rakit, mengatakan, pendapatan pada momen mudik lebaran/ Idul Fitri, mengalami peningkatan dibandingkan dengan pendapatan pada hari-hari biasa.
Menurut Wasmanto, pada hari-hari biasa, tarif angkutan penyebrangan dengan perahu rakit dipatok sebesar Rp . 1000. Sementara pada momen mudik lebaran, tarifnya naik menjadi Rp. 2000.
âAlhamdulilah pendapatan kali ini lumayan besar. Saya bisa mengantongi uang Rp 100 hingga 200 ribu perhari,â pungkasnya. (ntang/ andri)