Di era 80-an, Panawangan pernah jadi sentra produksi cengkeh Kab. Ciamis
Panawangan, (harapanrakyat.com),- Sejumlah bandar Cengkeh di wilayah Kec. Panawangan mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan cengkeh pada musim panen tahun ini. Alasannya, saat ini jumlah pohon cengkeh di Kec. Panawangan sudah menyusut.
“Kebanyakan malah terpaksa gigit jari. Maklum sebagain besar pohon cengkeh di Panawangan ini sudah ditebangi. Hanya segelintir warga yang masih membiarkan pohon cengkehnya tumbuh dan tetap berbuah,” ungkap H. Adang (80), Bandar Cengkeh dari Desa Sagalaherang, Sabtu (4/8).
Padahal, menurut Adang, sekitar era 1970-1980, Kec. Panawangan memang terkenal sebagai sentra produksi cengkeh di Ciamis. Hampir setiap halaman rumah warga di 15 desa di Kec. Panawangan ditanami cengkeh.
Belum lagi di kebun-kebun, di bukit-bukit, hingga di sisi jalan. Banyak warga Panawangan yang naik haji dan sukses secara ekonomi/ finansial karena tanaman cengkeh tersebut.
Namun, lanjut Adang, kejayaan tersebut mulai meluntur begitu diterapkannya kebijakan tata niaga cengkeh dengan berdirinya BPPC pada 1990-an. Karena harga cengkeh murah, warga membiarkan cengkehnya telantar. Meski cengkehnya berbunga, tidak dipanen lantaran harga murah.
“Puncaknya awal sekitar tahun 2000 hingga sekarang, warga memilih menebangi pohon cengkehnya untuk dijadikan kayu bakar. Tidak sedikit kayu bakar hasil tebangan pohon cengkeh petani di Panawangan yang dikirim ke Jatiwangi dengan truk untuk kayu bakar pabrik genting,” katanya.
Harga cengkeh di tingkat petani menembus angka tertinggi dalam sejarah, yakni Rp 100.000/kg kering. Bahkan pedagang penampung cengkeh di Pasar Panawangan menerima cengkeh dengan harga Rp 105.000/kg.
Namun sayang, imbuh Adang, saat ini harganya tidak semahal dulu, yakni sekitar Rp. 26 ribu untuk harga cengkeh protol di tingkat petani, itu belum termasuk upah kerja, sementara harga cengkeh kering berkisar Rp 86 ribu perkilogram.
Sementara itu, Rusmana, tokoh masyarakat setempat, membenarkan, masa kejayaan cengkeh terjadi sekitar tahun 1980. Saat itu, kata dia, perekonomian masyarakat Panawangan sangat meningkat.
Menurut Rusmana, menjelang bulan Juni 2012, harga cengkeh berkisar di Rp. 80 hingga Rp. 86 ribu. Itu artinya, pergerakan turun-naiknya harga cengkeh saat ini, diduga disebabkan stok/ ketersediaan cengkeh yang ada di tingkat petani dan di sejumlah bandar.
Warga yang namanya enggan dikorankan, mengatakan, sebenarnya Pemerintah bisa membantu petani dengan menggunakan mekanisme lindung nilai transparan. Dengan begitu, harga cengkeh dapat diakses oleh pelaku usaha untuk dijadikan referensi.
âTermasuk memfasilitasi pengembangan pasar lelang melalui mekanisme pembentukan harga yang transparan. Selain itu, juga meningkatkan akses pemasaran produk lokal,â pungkasnya. (dji)