Oleh : Nanang Supendi
Seperti disampaikan saya pada tulisan edisi sebelumnya pada koran HR ini, bahwa bicara mengenai Pancasila tentu kita tak lupa pula bicara pidato Bung Karno 1 Juni 1945. Dimana selama terbit bulan Juni-Juli 2012 HR pun menurunkan pidato tersebut.
Atas hal diatas timbul pertanyaan dalam benak penulis, mengapa perlunya kembali membicarakan Pancasila? tiada lain agar kita semua tidak melupakan sejarah ideologi pancasila bangsa Indonesia, juga kini, 67 tahun setelah diungkapkannya pancasila, lima butir dasar-dasar sila didalamnya seperti sesudah memudar maknanya. Pancasila sudah menjadi cita-cita bersama bangsa Indonesia kala itu. Dasar negara ini pun dianggap sakti pada masanya. Bagaimana dengan saat ini?
Untuk menjawab ini penulis mencoba dalam suatu kesempatan meminta berbagai pandangan kalangan masyarakat kota Banjar seperti birokrat, pendidik, pemuda, mahasiswa serta elemen masyarakat lainnya?
Amir Komara, Kasi Pendidikan Luar Sekola (PLS) Disdikpora Kota Banjar, di sela-sela kegiatan Lokakarya (Minggu,1 Juli) sebagai nara sumber tentang Pendidikan Non Formal, yang diselenggarakan oleh Mahasiswa KKN UPI Tasikmalaya bersama Karang Taruna Sanggar Bhakti bertempat di pendopo Desa Waringinsari, setelah dimintai komentarnya oleh penulis, mengatakan, sebenarnya bukan nilai-nilai pancasilanya yang luntur ditengah-tengah masyarakat, tetapi masyarakatnya sendiri yang luntur terhadap pemahaman nilai-nilai pancasila.
Sedangkan menurut seorang mahasiswa UPI Tasikmalaya itu sendiri bernama Pipit mengatakan, konsep Pancasila sudah bagus dan baik tetapi dalam realisasinya belum terlaksana dengan baik juga belum tercapai apa yang diinginkan, misalnya dalam kehidupan bermasyarakat yang adil dan beradab, tetapi dalam kenyataannya keadilan belum merata, hal ini terbukti dalam penerapan hukum.
Sesama mahasiswa KKN UPI, Roby membenarkan, nilai-nilai luhur dari Pancasila tidak bisa diterapkan dengan baik dalam kehidupan masyarakat Indonesia, misal dalam sila ke-5 âkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiaâ, dalam kenyataan hukum bisa dibeli dengan uang, orang kaya bisa bebas hukum dengan uangnya.
Hal ini pun senada dengan apa yang diutarakan oleh Samija, Kasie Kesra Desa Langensari, yang menyoroti hukum, dalam membuat undang-undang/aturan hukum harus benar-benar mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan bukanlah aturan hukum warisan kolonial yang dijalankan. Lebih lanjut dia mengatakan apapun ceritanya Pancasila adalah ruh dan jiwa bangsa Indonesia karena Pancasila bukanlah agama tapi ajaran serta ide yang muncul dari sebuah bangsa yang besar dan majemuk.
Kemudian menurut Jarwanto, salah seorang pemuda Karang Taruna Desa Waringinsari, memberikan pandangannya, Pancasila merupakan prinsif hidup bangsa Indonesia, namun pemahaman yang berbeda-beda dari individu masing-masing yang mengakibatkan penerapan nilai-nilai Pancasila berbeda pula kadang lebih mementingkan ego pribadinya.
Lain hal apa yang di ungkapankan Dadan, seorang tokoh pemuda Desa Batulawang, bahwa semua sila yang ada dalam Pancasila sudah merangkum bagaimana kita harus berprilaku baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dalam hubungan dengan sesama manusia di kehidupan sehari-hari, Pancasila jangan hanya dijadikan ucapan dalam suatu acara seremonial (upacara) belaka, maupun hanya di tempel sebagai hiasan di dinding kantor. Tapi harus terus digali makna dari Pancasila tersebut, terus diamalkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Gitu kaleee………
Pandangan lain disampaikan seorang anggota Satpol PP Kota Banjar, Warga Desa Sinar Tanjung, Agus Sumitra, Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, namun untuk saat ini orang hampir melupakan apa makna yang terkandung dari Pancasila, persatuan semakin berkurang, pola gotong royong hampir memudar, kebebasan malah kebablasan, sudah tidak ada keadilan. Intinya masa kini sudah tidak sesuai lagi dengan inti nilai yang terkandung dalam Pancasila. Itu kurang lebihnya….
Pancasila sebagai way of life, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila sebagai pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut dikatakan seorang guru SDN 3 Muktisari, Asep Hoer, saat dimintai pendapatnya oleh penulis.
Selanjutnya, menurut Sutopo, Kades Langensari, âPancasila sebagai identitas bangsa, identitas berarti menunjukan karakter, ciri pola hidup dan prilaku orang per orang sebagai bagian dari bangsa Indonesiaâ. Beliaupun mengajak kepada kita semua warga Indonesia, harus berprilaku sesuai dengan setiap sila dalam Pancasila, agar tercipta perikehidupan yang sesuai cita-cita bangsa ini, serta kita jangan sampai terjerumus dan larut dalam efek buruk perkembangan jaman. Intinya Pancasila diterapkan dengan menyesuaikan pada kondisi kini tanpa menghilangkan nilai luhur dari Pancasila itu sendiri atau juga jadikan Pancasila ini sebagai filter dalam mengarungi perkembangan jaman, karena perkembangan jaman tidak bisa dihindari tapi bisa dikendalikan oleh Pancasila.
Pancasila itu banyak penjabarannya, kata Ika warga Pataruman, selanjutnya diapun menambahkan, seluruh masyarakat agar berpegang teguh pada dasar dan sila-sila dalam Pancasila, harus senantiasa toleransi atas perbedaan-perbedaan yang ada, melakukan musyawarah jika ada permasalahan, pungkasnya.
Berdasarkan berbagai pandangan tersebut dari kalangan masyarakat, oleh penulis dapat ditarik intisarinya yaitu bahwa Pancasila harus kita pertahankan serta jangan dustakan Pancasila sebagai dasar negara, falsafah, dan pandangan hidup bangsa Indonesia, untuk menuju Indonesia damai, bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera. Sekali merdeka tetap merdeka…. merdeka untuk selamanya. ***