Entah apakah masih ada kasus korupsi yang membuat kita terkejut, dari kasus manipulasi pajak skandal Gayus Tambunan, Dhana dan rekan-rekanya, Kasus Century, kasus cek pelawat pemilihan Direktur Senior BI Miranda Gultom yang melibatkan Nunun Nurbaeti istri mantan Waka Polri Adang Daradjatun, kasus Nazarudin pembangunan wisma atlet Sea Games Palembang dan Hambalang Bogor. Baru-baru ini kita mendengar maklumat terakhir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga anti rasuah ini menemukan adanya perbuatan korupsi dan suap dalam pengadaan Al-Qurâan di Kementerian Agama.
Korupsi memang perbuatan lancung. Untuk mendapatkan hasil yang didambakan, koruptor meninggalkan antrian panjang, mengesampingkan proses, nilai dari suatu usaha yang gigih, seraya berpaling pada sukses yang diperoleh melalui jalan pintas dan curang. Korupsi di negeri ini malah semakin gila-gilaan, memangsa duit rakyat di negeri yang subur loh jinawi. Namun pemberantasan korupsi terlihat seperti tebang pilih.
Beberapa hari lalu saya terkesan dengan laporan Abun Sanda dari Beijing China, pemberantasan korupsi di China, didik membenci korupsi sejak usia muda. Dari sini kemudian muncul pemahaman bahwa menghukum amat keras, dan mempermalukan koruptor tidaklah cukup. Perlu instrumen lain yang sangat menentukan masa depan negara ini. Itu adalah pencegahan korupsi melalui pengajaran anti korupsi di tingkat SMA dan perguruan tinggi.
Kini di hampir semua perguruan tinggi di China diajarkan pelajaran anti korupsi. Anak-anak muda diajak âmembenciâ korupsi sama dengan membenci perilaku tidak pantas. Mereka diberi tahu dampak korupsi dan hukuman yang menanti kalau melakukan tindak pidana korupsi.
Pelajaran anti korupsi sebagai tindakan preventif tidak hanya dilakukan di sekolah-sekolah, tetapi juga di organisasi-organisasi masyarakat, dari yang terkecil sampai ke tingkat amat besar di seluruh negeri. Mahasiswa dan siswa SMA diajarkan tentang moral, peradaban, dan kultur China yang bersih dari hal tercela. Mereka diingatkan jangan menyentuh korupsi. Bahayanya sama dengan larangan bersentuhan dengan penyakit mematikan.
âKami bertekad memberantas korupsi, dan itu efektif jika dilakukan dengan pola pencegahan dini,â ujar Prof. Dr. Tang Wie, seorang petinggi Partai Komunis China dan eksekutif Beijing Normal University, Zhuhai. Ia menegaskan bahwa dirinya sangat percaya pencegahan dini akan sangat efektif setelah mencegah jauh lebih baik dari pada menjerat pelaku korupsi.
Pada tahun-tahun mendatang atau setidaknya pada dekade depan, kata Prof. Tang Wei, korupsi di China akan jauh menurun, dan China boleh sangat bangga sebagai salah satu negara paling beradab di dunia. Tentu juga sebagai negara dengan kekuatan ekonomi nomor satu di dunia.
Mengapa? Korupsi adalah perbuatan hina, tercela dan sungguh merupakan perilaku tidak beradab. Bagaimana bisa sebuah negara besar, dengan tingkat ekonomi luar biasa bagusnya, praktek korupsi masuk dalam tiga besar dunia.
Ini tentu memalukan China yang selalu menekankan peradaban, kultur, dan niat baik dalam menjalankan pemerintahan. Artinya, negara yang sudah masuk dalam wilayah nomor dua dalam hal kekuatan ekonomi dunia semestinya sudah mampu menumpas praktek korupsi.
Banyak ahli ekonomi yang membela China dengan menyebutkan China semestinya dipahami sebagai negara yang âbelum lama ini majuâ. Korupsi dipandang sebagai ekses dari kemajuan luar biasa yang tiba-tiba terjadi.
Namun, Pemerintah China rupanya sangat terganggu dengan julukan negara terkorup di dunia. China pun tidak memilih tidak berkompromi dengan korupsi. Maka hukuman mati dijatuhkan. Sudah ribuan orang dihukum mati tanpa ampun, termasuk para pejabat teras di China. Namun ternyata hukuman keras tidak menjerakan, dan praktek korupsi tetap merajalela seolah-olah mengejek para penegak hukum. ***