Setiap kali digelar Piala Eropa dan juga Piala Dunia, selalu muncul pertanyaan, bagaimana kondisi dunia sepak bola kita? Prestasi apa yang dicapai?
Pertanyaan tersebut sangat klise, apalagi lantas ditambah dengan harapan âsemoga kita bisa belajar dari negara-negara lain yang sepak bolanya sudah jauh lebih majuâ. Sungguh, pertanyaan dan harapan itu tidak hanya klise, tetapi juga klasik. Namun, memang kedua hal itulah pertanyaan dan harapan yang perlu dikemukakan.
Setiap kali kita melihat kesebelasan-kesebelasan negara lain bermain memang muncul pertanyaan: mengapa mereka bisa demikian maju? Mengapa permainan mereka indah ditonton? Mengapa negara-negara itu memiliki pemain-pemain yang jagoan? Mengapa mereka bisa membina kesebelasan nasional mereka? Dan, masih banyak âmengapaâ yang lain, yang hanya membuat kita semakin harus menundukkan kepada dan memukul-mukul dada karena melihat kondisi dunia persepakbolaan kita.
Sepak bola dikenal sebagai âpermainan duniaâ, dimainkan oleh jutaan anak; orang setiap hari di mana-mana, di jalan-jalan, di taman-taman, dan di lapangan sepak bola di berbagai belahan dunia. Bahkan, sebuah band dari Swedia, Rednex, melatunkan lagu berjudul âsepak bola, agama kamiâ. Itu menunjukkan bahwa sepak bola memiliki pengaruh yang begitu kuat; yang dalam bahasa Umberto Eco digambarkan sebagai âracun yang sebenarnya bagi orang zaman kiniâ.
Kuatnya racun sepak bola membuat negara-negara yang kini dilanda krisis ekonomi pun-Yunani, Spanyol, Portugal, dan Irlandia, misalnya seperti tidak merasakan krisis itu. Sepak bola tidak hanya sekedar sport, tetapi juga pekerjaan dan bisnis. Kita melihat bagaimana klub-klub di Spanyol, Portugal, Inggris dan Italia, misalnya mampu membangun bisnis dari olahraga ini. Para pemainnya mendapat gaji tinggi, para pemiliknya kaya raya. Banyak hal bisa dijual dari sepak bola. Selain permainannya, juga produk-produk cendera mata yang memberikan penghasilan demikian besar. Sepak bola adalah bisnis.
Setiap negara, tentu memiliki politik sepak bola, dalam arti bagaimana mengembangkan kesebelasan meraka, kemajuan ilmu dan teknologi tidak bisa tidak menjadi bagian yang tak terpisahkan. Ada filosofi pengembangan sepak bola Belanda, misalnya: âteknikâ, âkawasanâ, dan âkomunikasiâ. Dengan tiga prinsip itu Belanda mengembangkan persepakbolaan mereka.
Lalu, kita bagaimana? Kita harus jujur bahwa kita jauh tertinggal. Tak ada politik sepak bola, yang ada adalah sepak bola yang dipolitisasi. Kita lebih banyak bicara, bahkan bertengkar, dibandingkan bekerja. Itulah sebabnya mengapa sepak bola kita tidak hanya jalan di tempat, tetapi juga mundur. Mari kita nonton Piala Eropa sambil merenung apa yang harus kita lakukan untuk sepak bola kita. ***