Oleh : Diki Haryanto Adjid & Deni Supendi
Pemandangan pesisir pantai Legok Jawa sungguh menakjubkan! Panorama laut/pantai disana indah, tertata, dan terasa asri. Keberadaan nelayan dan laut, seolah saling membutuhkan, dan mengisi satu sama lain.
Siang itu, cuaca panas menyengat, jam menunjukan pukul 11.20 WIB. Pada Hari itu, Rabu 29 Februari 2012, sekumpulan nelayan dan pengepul terlihat asyik menimbang hasil tangkapan mereka, di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Legok Jawa. Sebagiannya lagi, bersenda-gurau di bawah pepohonan rindang di sisi pantai. Ada juga nelayan yang sedang terlelap tidur, di atas ayunan jaring, yang terikat di sela dua pohon.
Atang dan dua-tiga rekannya, sedang menikmati rasa lelah sambil menyeruput kopi hitam, dan menyantap panganan khas jajanan di warung. Warung tersebut berada tepat di kolong Pos Pengamanan Angkatan Laut, di samping TPI Legok Jawa. Sementara lahan yang berada tepat di sebelah TPI Legok Jawa, merupakan kawasan konservasi alam penyu.
Suara gelombang dan gemuruh ombak, menemani suasana santai para nelayan. mereka melepas rasa lelah, seusai memburu ikan di lautan samudra. Perahu fiber dengan panjang 9 meter, lebar 65 centimeter, sudah dilabuhkan di pesisir pantai sepulang nelayan melaut, sejak dini hari.
Di tempat yang sama, seorang pria paruh baya, Nurkholis, asyik memperhatikan gundukan ikan hasil tangkapannya, di atas lantai porselen berwarna putih. Beragam ikan, mulai tongkol kue, jambal roti, grit, layur, kakap merah, kakap putih, bawal putih, bawal hitam, tajung, coban, pongruis, montok, cemod, gurita, cumi, ayam-ayam, dan jangrong.
âLumayanlah tangkapan kali ini. Semua jenis ikan ini, hasil dari laut Cimerak. Laut Cimerak luar biasa kaya akan berbagai ikan. Makannya saya tak setuju kalau ada rencana penambangan di pantai ini, karena pantai ini tempat kami cari makan,â ungkap Nurholis.
Menurut Atang, nelayan yang sudah berpuluh tahun mencari ikan di laut tersebut, mengungkapkan, jumlah nelayan di wilayah itu mencapai 50 orang, dengan jumlah perahu mencapai 48 buah.
âSekali melaut, hasil tangkapan nelayan bisa mencapai antara 5 hingga 15 kilogram ikan. Itupun, tergantung cuaca,â ungkapnya.
Singkatnya, Atang juga menceritakan kehidupan keluarga nelayan. Ikan hasil tangkapan nelayan, sekali melaut, jika diuangkan paling banter mencapai Rp. 50 ribu. Jumlah uang tersebut hanya cukup untuk keperluan rumah tangga sehari-hari saja. Sementara ini, uang itu belum cukup untuk menyekolahkan anaknya.
âDuit sakitu mah, dicukup-cukupkeun we. Nyakolakeun budak mah, geus teu mampu. Budak nu gede (17 tahun), nuturkeun bapa, jadi nelayan,â ungkapnya.
Atang dan nelayan lain, mengaku sangat bergantung dari hayati yang terdapat di Laut Legok Jawa Cimerak. Untuk itu, mereka akan menjaga kelestarian dan keasrian laut Cimerak dengan sepenuh hati, dan sekuat tenaga.
Potensi Wisata Keusik Luhur di Kertamukti
Perjalanan kemudian dilanjutkan menemui Kades Kertamukti, Totong Suryana, kuranglebih sejauh 10 kilometer dari Legok Jawa. Saat ditemui seusai pelantikan pengurus Karang Taruna Desa, Totong, mengungkapkan, soal potensi Wisata Pantai Keusik Luhur yang ada di wilayahnya.
Menurut Totong, lokasi Pantai Keusik Luhur berjarak sekitar 3 kilometer, dari pusat pemerintahan desa. Menurut dia, pada tahun 2010, pihak desa sudah mengajukan penataan kawasan pantai, melalui anggota DPRD Ciamis.
Sayangnya, hingga saat ini, realisasi penataan kawasan pantai Keusik Luhur, mulai infrastruktur jalan/ akses, sarana prasarana penunjang wisata pantai, belum bisa dirasakan masyarakat di wilayah Kertamukti.
Padahal, lanjut Totong, jika penataan tersebut berhasil dilakukan, Pantai Keusik Luhur bisa menjadi asset wisata yang bisa diandalkan, dan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
âPada tahun 2003, pantai ini sempat ramai oleh wisatawan. Namun, karena penataan kurang maksimal, Keusik Luhur ditinggalkan pengunjung. Padahal, disini (Pantai-red), pengunjung disuguhi pemandangan Sunset (matahari terbenam-red),â ungkapnya.
Potenis Wisata Pantai di Masawah
Penelusuran sore hari, dilanjutkan menuju Desa Masawah, Kec. Cimerak. Di daerah ini, HR berhasil menjumpai seorang tokoh pemuda, Ukan Suganda. Menurut cerita, pria gempal, dan sedikit tambun ini, merupakan keturunan generasi ke-tujuh dari Karaeng Galesung.
Karaeng Galesung adalah seorang Senopati yang hijrah dari kerajaan Bugis, Aceh, jauh sebelum Belanda mendarat di Pantai Selatan Jawa Barat. Buktinya, beragam pusaka peninggalan jaman dulu, banyak terdapat di Desa Masawah. Namun, sebagian besar, sudah hanyut dibawa tsunami yang menerjang pantai selatan, beberapa waktu lalu.
Saat ditemui HR, Ukan mengungkapkan potensi panorama pantai yang ditawarkan oleh Desa Masawah. Diantaranya, kawasan Sebrotan, Legok, Grand Bali, Bulak Benda, dan Madasari.
âPanorama pantai disini cukup indah. Wisatawan bisa melihat berbagai jenis burung seperti Simbaga, Tikukur, yang saling bersahutan kala sore, di atas pantai Bulak Benda. Keindahan dan keasrian ini, harus tetap kami jaga, agar anak cucu bisa merasakannya,â katan Ukan.
Ukan menandaskan, dirinya bersama pemuda yang ada di Desa Masawah, ingin mengembangkan potensi wisata. Keinginan itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Mawasah.
Di Pantai Bulak Benda, lanjut Ukan, wisatawan bisa bermain selancar (surfing), dan di Grand Bali, bisa dijadikan arena bumi perkemahan (Buper). Dia yakin, jika kawasan tersebut ditata dengan pengelolaan dan manajemen yang baik, bisa mendatangkan banyak wisatawan.
âKami juga menghimbau agar warung-warung yang berada di kawasan pesisir pantai, tidak mematok harga yang tinggi. Supaya pengunjung betah, penduduk dan pengelola dihimbau memberikan senyuman, dan ramah,â katanya.
Sementara itu, Kades Masawah, Tauhidin, mengungkapkan, potensi wisata yang ada di wilayahnya masih terkendala akses/ infrastruktur jalan. Akses tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan potensi wisata yang ada di wilayahnya. ***