(Secangkir Kopi Panas : Bagian ke-3)
Oleh : Adi Karyanto & Eva Latifah.
Dari Redaksi :
Banjar, kota kecil di timur Provinsi Jawa Barat. Dalam tempo kurang dari 10 tahun, Banjar berubah dari kota hantu. Sewaktu berstatus Kota Administratif yang tinggalkan oleh induk semangnya Kabupaten Ciamis, dimana terbagi dari 4 Kecamatan dengan 6 desa dengan peringkat kecil bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Ciamis yang rata-rata 12 desa satu Kecamatan. Dulu Banjar gelap kotapun menjadi sepi, kehidupan malam hanya sampai pkl. 20.00 sudah tak ada kehidupan lagi di pusat kota seiring toko tutup. Dua gedung bioskop yaitu Kenanga dan Saudara mengalami mati suri. Padahal dulu waktu berstatus Kewadanan dan kembali ke Kecamatan, dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur. Didukung 2 bioskop dan 2 Gudung Sandiwara, kota kecil ini hidup sampai pagi. Orang berdatangan dari selatan, utara, timur dan barat untuk bertransaksi barang dan jasa.
9 tahun menjadi Daerah Otonomi Baru, kota Banjar mulai bangun dari tidurnya, insfrastruktur jalan dibangun, air tak pernah kekurangan terbebas dari banjir Citanduy, listrik terang sampai ke pelosok desa. Kota Banjar menjadi potret kemajuan di ujung timur Jawa Barat. Contoh bahwa strategi lebih penting ketimbang modal.
Diskusi Secangkir Kopi Panas, telah memasuki bagian ke-3. Awal diskusi berjudul Setelah 9 Tahun Kota Banjar. Apa Yang Harus diperbuat ?. Di bagian ke-2, Magnet Pertumbuhan Modal, Sosial & Perilaku Sebagai Pemacu LPE. Diskusi informal yang diselenggarakan HR, peserta bertambah satu lagi. Peserta awal H. Agus Nugraha, S.Sos. M.Si., Asno Sutarno, SP. MP., H. Basir, SP. MP., Ery K Wardana, ST., Rahmat Barkah, SE., Dede Tito Ismanto, ST. MT., orang baru gabung Wawan, SH.
Subakti Hamara Pemimpin Redaksi HR, beserta jajaran redaksi HR makin mengerucut memunculkan masalah yang perlu dihadapi Kota Banjar pada usia 9 tahun. Pemimpin Umum HR tetap mengarahkan âlalu lintasâ diskusi pada jalur normal. Untuk memberikan solusi agar Kota Banjar tidak stagnan dalam membuat perubahan agar Banjar menjadi kota Termaju dan terdepan di Priangan Timur Jawa Barat.
***
Aspek-aspek kunci pembangunan berkelanjutan meliputi pemberdayaan masyarakat lokal, swasembada dan keadilan sosial. Untuk mencapai hal tersebut, salah satunya adalah berpindah dari cara-cara tradisional pengelolaan lingkungan dan sumber daya, yang didominasi ahli-ahli profesional dari sektor pemerintah dan swasta, menuju kombinasi pendekatan, pengalaman, pengetahuan dan pemahaman berbagai kelompok masyarakat.
Jadi, kemitraan dan kelompok kepentingan dijadikan untuk pendekatan, baik bagi kelompok maupun kepentingan publik. Alasannya, karena partisipasi masyarakat dimungkinkan dapat merumuskan persoalan yang lebih efektif.
Selain itu, juga mendapatkan jangkauan-jangkauan di luar dunia ilmiah yang mampu merumuskan alternatif penyelesaian masalah secara sosial, dan akan mudah diterima. Serta membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga memudahkan dalam penerapannya.
Kemudian, perubahan dalam sikap manusia yang kita harapkan, tergantung dari promosi yang luas, diantaranya melalui pendidikan, diskusi dan partisipasi publik. Dengan prtimbangan tersebut, partisipasi dapat bermanfaat untuk alasan-alasan ideal dan praktis.
Untuk kelangsungan yang lebih baik serta terjaga dari tingkat partisipasi, hal ini bisa lebih ditingkatkan lagi, yaitu dengan kemitraan. Arti kata kemitraan adalah pengaturan yang saling disepakati antar kedua belah pihak, atau publik, organisasi swasta maupun lembaga swadaya pemerintah, untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditentukan bersama. Bisa pula diartikan untuk merealisasikan kegiatan yang disepakati bersama bagi keuntungan lingkungan dan masyarakat.
Jadi, peranan kemitraan dan partisipasi masyarakat setelah Kota Banjar berusia 9 tahun ini akan lebih berberan pada output hasil pembangunan. Tentunya dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pun akan lebih sinergis.
Sudah waktunya peran serta dari masyarakat untuk secara bersama-sama menjaga hasil-hasil yang telah dicapai, tidak hanya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi peranan publik ini sangat diharapkan.
Dengan usia Kota Banjar yang telah mencapai 9 tahun, tentu perilaku dan mindset publik juga harus sudah mengarah ke tatanan madani yang lebih pro aktif dalam keterlibatan pemangku kepentingan, dan mengambil bagian pada tatanan tersebut.
Kita ambil contoh keterlibatan publik, misalnya dalam kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah dengan pola 3R. Hal ini harus berjalan tidak hanya di pihak pemerintah saja, tetapi kemitraan dan partisipasi harus sudah dimulai di tingkat masyarakat.
Selain itu, peran serta di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat yang lebih maksimal. Peranan ini bisa tercapai dengan baik apabila para pemangku kepentingan lebih memandang secara komprehensif dari tugas fungsi, bagaimana maksud dan tujuan bisa dicapai dengan baik.
Tentu perlu pemahaman dan pengawasan dalam proses tersebut. Karena, peran serta kemitraan dan partisipasi masyarakat dalam tatanan menuju ke tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan masyarakat Kota Banjar.
Semoga ada perubahan lebih baik lagi pada mindset kita semua, yaitu yang madani dan meningkatnya taraf kesejahteraan kita semua, serta terjalinnya kemitraan dan partisipasi masyarakat Kota Banjar. ***