Sejak zaman baheula, masyarakat Kabupaten Ciamis sudah terbiasa membuat minyak kelentik atau minyak kelapa. Dalam prosesnya, selain minyak kelapa juga menghasilkan ampas minyak yang disebut galendo.
Urang Bandung sangat memfavoritkan, makanan ringan ini dipakai cemilan di saat nongkrong dengan keluarga atawa dengan tetangga.
Galendo bubuk ditaburi gula pasir, dengan secangkir teh panas. Bandung udaranya sejuk, maak nyoos nikmatnya. Ngopi galendo euy, begitu urang Bandung mengajak tetangga atau temannya menyantap galendo di sore hari.
Di zaman globalisasi ini, tidak hanya jadi cemilan orang kecil saja galendo teh, emang kedah apal atuh. Tapi sudah sampai menjadi cemilan di rapat kabinetnya Presiden SBY, pejabat tinggi dan menteri-menteri suka juga galendo buatan Ciamis.
Tidak hanya itu keripik pisang, sale pisang, noga wijen, keremes ubi, kue semprong sudah masuk pasar bebas. Makanan cemilan ini, tidak hanya nongkrong di desa. Tapi sudah terbang jauh ke kota-kota besar bahkan keluar negeri.
Dengan keuletan Endut Rohedi, ampas minyak kelapa alias galendo menjadi makan khas daerah Ciamis yang terkenal pada daftar kuliner nusantara. Usaha Endut mengalami jatuh bangun, hampir saja âterjun bebasâ masuk keranah bangkrut.
Berbekal keterampilan yang diperoleh turun temurun, yang namanya urang Ciamis bila tidak bisa membuatnya. Minimal semua urang Ciamis tahu membikin minyak kelapa, apalagi memakan ampasnya yang disebut galendo.
Endut melihat peluang pasar yang strategis, untuk modal menghidupi keluarga. Awalnya berat menjalani usaha ini, mulai memproduksi minyak kelentik dan galendo di rumahnya di Lingkungan Cilame, Kelurahan Ciamis, Kecamatan Ciamis.
Mulanya usahanya tanpa menggunakan manajemen. Baik produksi maupun pemasaran dengan modal yang pas-pasan. Cerita Endut.
Waktu itu, pangsa pasar galendo masih di daerah Priangan. Terutama Bandung, Garut dan Tasikmalaya, pasar lokal di Ciamis sendiri terpinggirkan oleh makanan cemilan lainnya. Pada 1994, Perum Pegadaian sebagai salah satu BUMN memberikan tawaran bantuan permodalan dan pelatihan manajemen.
Selama 10 tahun sebelumnya, usaha minyak kelentik dan galendo hibospaho (hirup bosen paeh hoream). Namun setelah Endut memperoleh bantuan dari Perum Pegadaian, melalui program P2UKK, berupa modal dan pelatihan.
Akhirnya usaha Endut bisa bertahan sampai sekarang. Dengan bekal analisis SWOT (Strengths, Weaknes, Opportunities, Threats) pada waktu pelatihan Endut segera membenahi manajemen dan pemasaran. Ilmu itu diperolehnya dalam pelatihan dan pameran yang difasilitasi BUMN.
Perubahan pola pikir (mindset) dikembangkan, seperti cara kemasan semula dari bahan bambu, dirubah menjadi kardus, ada juga yang dikolaborasikan antara kemasan tradisional dari bambu dengan kardus. Bahkan, sekarang ini cara pengemasan galendo sudah memakai alumunium foil. Untuk ketahanan cita rasa galendo.
Dengan motivasi baru, galendo dikemas menggunakan toples, kotak, dan kemasan kardus enam dimensi. Galendo buatan Endut diberi merek doyanku. Produk galendo doyanku, bisa didapat di sentra oleh-oleh khas Ciamis outlet Saung galendo 1 dan 2.
Rasa galendo juga beraneka ragam, rasa gelendo original, rasa pisang, rasa nanas, rasa coklat, dan rasa strawberry. Minyak keletik (minyak kelapa), dikemas dengan baik, mulai isi 250 ml, sampai dengan 5 liter.
Untuk pemasaran produk Doyanku, sudah menembus pasar modern, Dept. Store dan Supermarket di berbagai kota besar di Indonesia. Di outlet Galendo 2 tersedia aneka rasa galendo, minyak kelapa, Virgin Coconut Oil (VCO) dengan merk Ravico dan aneka jenis makanan khas tradisional Ciamis.