Rabu, Februari 12, 2025
BerandaBerita TerbaruDiversifikasi Kepemilikan Media Jadi Agenda Penting Pers Nasional

Diversifikasi Kepemilikan Media Jadi Agenda Penting Pers Nasional

(Catatan Peringatan HPN)

Oleh Asep Mulyana, SIP, MA

 

9 Februari 2012, kita memperingati Hari Pers Nasional. Peringatan yang dipusatkan di Jambi itu dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden SBY meminta komunitas pers Indonesia untuk menyampaikan kabar dan berita secara seimbang.

Pemberitaan yang tak berimbang, lanjut Presiden SBY, akan meningkatkan sikap rakyat yang makin sinis, skeptis, kecurigaan (distrust), dan pada akhirnya mengkristal menjadi sebuah kegemaran publik untuk menyalahkan pemerintah, bahkan menyalahkan bangsanya sendiri.

Di masa lalu, ketika rezim otoriter berkuasa, kebebasan pers dibatasi—untuk tidak mengatakan dibungkam. Kritik yang dilontarkan dunia pers hampir tak pernah bisa muncul ke permukaan. Ada beberapa instrumen yang digunakan rezim otoriter masa lalu untuk mengerdilkan komunitas pers. Salah satunya adalah ancaman pencabutan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), yang digunakan penguasa masa lalu untuk mengerangkeng kebebasan pers.

Ketika kritik dan pemberitaan suatu media dianggap mengancam kekuasaan. Pembreidelan terhadap Tempo, Detik, dan Editor menegaskan masa-masa kelam kebebasan pers di masa lalu.

Setelah rezim otoriter jatuh pada 1998, kebebasan pers di Indonesia membaik. Rezim Pasca-Soeharto membuka kran kebebasan pers seiring dengan diterimanya demokrasi dalam struktur politik Indonesia. Sebagai salah satu dari empat pilar demokrasi, media massa mengalami kebebasan yang hampir mencapai puncaknya.

Media massa kita bebas memberitakan apapun tanpa khawatir akan ancaman pembreidelan. Namun kebebasan pers yang kita nikmati kini tak serta-merta memberi kontribusi positif bagi kehidupan demokrasi. Bahkan beberapa kalangan bahkan menilai kebebasan pers telah kebablasan. Mengapa begitu? Bagaimana memanfaatkan iklim kebebasan pers saat ini sehingga dapat memberikan kontribusi siginifikan bagi kehidupan demokrasi substansial?

Ada tiga fenomena yang patut dicatat, jika kita membaca kebebasan pers di masa kini. Pertama, munculnya Konglomerasi Media. Kepemilikan media-media arus utama (mainstream) dikuasai oleh segelintir pengusaha (konglomerat), baik yang memiliki kedekatan politik dengan penguasa, ataupun pengusaha yang mengincar kekuasaan politik. Ada empat pengusaha yang menguasai kepemilikan media besar, yaitu Chairul Tanjung, Harry Tanoesoedibjo, Aburizal Bakrie, serta Surya Paloh.

Kepemilikan media pada segelintir pengusaha di ring politik harus diwaspadai sebagai ancaman bagi demokrasi. Media berhubungan dengan pembangunan wacana di wilayah publik, dan berdampak pengkristalan opini publik.

Opini publik, dalam iklim demokrasi, akan sangat berpengaruh bagi penyusunan agenda kebijakan publik. Jika media hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha yang berada di sekitar ring politik, pembangunan wacana publik dikhawatirkan mengalami abuse dan pembusukan.

Agenda-agenda kebijakan publik pada akhirnya hanya akan dipengaruhi oleh “opini publik” yang lebih merepresentasikan kepentingan ekonomi-politik si empunya media, dan bukan kepentingan publik dalam arti sesungguhnya.

Dalam konteks pembangunan kebebasan pers yang sehat bagi demokrasi, langkah dan kebijakan pemerintah untuk mendesakkan diversifikasi kepemilikan media menjadi agenda penting ke depan.

Kedua, Kekerasan terhadap wartawan. Kebebasan pers kini mengalami arus balik ketika kekerasan terhadap wartawan menunjukkan kenaikkan. Pada 28 Desember 2011 lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers melansir data kekerasan terhadap wartawan mengalami kenaikan sepanjang 2011 dibandingkan pada 2010.

Pada 2011 LBH Pers mencatat 96 kasus kekerasan—meningkat dibanding pada 2010 yang tercatat 69 kasus. LBH Pers juga mencatat bahwa polisi tidak maksimal dalam pengusutan kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan.

Fenomena ini memprihatinkan mengingat terjadi saat kebebasan sipil dan politik telah menjadi praktik dalam kehidupan sosial politik kita. Pemerintah harus menjamin keselamatan wartawan dan kebebasan pers, mengingat kebebasan pers adalah oksigen bagi demokrasi.

Ketiga, pemberitaan negatif. Ketika semua media bebas memberitakan peristiwa apapun, media massa kita cenderung mengeksploitasi paradigma lama dalam pemberitaan, yaitu “bad news is a good news” (berita yang bagus adalah berita tentang keburukan).

Paradigma yang dianut oleh wartawan kita meyakini bahwa berita buruk adalah magnet bagi pembaca, dan menjadi salah satu cara pengusaha media untuk meningkatkan oplah atau rating. Sementara oplah dan rating adalah kunci bagi membanjirnya iklan dan, kemudian, pendapatan media tersebut.

Tabiat lama itu, telah mendorong pemberitaan media massa sebagai ruang bagi eksploitasi kekerasan, konflik, dan intrik. Sejak bangun tidur di pagi hari, kita sudah disuguhi dengan berita-berita di televisi dan suratkabar yang penuh energi negatif: kekerasan, pembunuhan sadis, perkosaan, korupsi, intrik politik, dan berita-berita negatif lainnya. Hanya sedikit saja media massa kita yang menyuntikkan inspirasi dan energi positif kepada kita.

Dampak pemberitaan media negatif sangat besar. Selama puluhan tahun, semua informasi yang kita santap dari media massa kita mengendap dalam pikiran bawah sadar kita sebagai bangsa, kemudian terinternalisasi menjadi nilai, pola perilaku, dan budaya.

Pada akhirnya, kita menjadi bangsa sangat karib dengan nilai-nilai negatif: sinisme, skeptis, dan distrust. Sebagai bangsa, kita amat sulit untuk merajut kohesi dan harmoni sosial.

Menjadi agenda mendesak bagi kita semua untuk mendorong media massa mengubah paradigma, dari paradigma lama “bad news is a good news” menjadi “good news is a good news” (berita yang bagus adalah berita tentang kebaikan).

Media massa harus didorong untuk lebih banyak memberitakan peristiwa positif yang menginspirasi, dan menyuntikkan optimisme, harapan, dan kepercayaan. Semua itu menjadi modal penting bagi pembangunan sosial sebagai sebuah bangsa.

Pemberitaan Suratkabar Harapan rakyat yang dihiasi dengan rubrik “Inspirasi Bisnis” patut diapresiasi, sebagai langkah koran ini untuk menyuguhkan pemberitaan yang inspiratif, dan bertendensi untuk membangun optimisme, harapan, dan kepercayaan masyarakat, khususnya masyarakat di tingkat lokal. Semoga, ke depan, langkah ini diikuti oleh media-media lainnya. ***

AC Mobil Hanya Keluar Angin Membuat Kabin Tidak Nyaman

AC Mobil Hanya Keluar Angin Membuat Kabin Tidak Nyaman

Perawatan mobil yang rutin sangat penting guna meminimalisir resiko kerusakan pada komponennya. Salah satu komponen pada mobil yang sering mengalami kerusakan adalah air conditioner...
Sejarah Karnaval Indonesia dari Zaman Dahulu hingga Modern

Sejarah Karnaval Indonesia dari Zaman Dahulu hingga Modern

Sebelum menjadi semeriah seperti sekarang, karnaval di Indonesia telah melalui perjalanan panjang sejak zaman dahulu hingga mencapai bentuknya saat ini. Umumnya, pelaksanaan karnaval ini...
Lenovo ThinkPad X9 Aura Edition Gunakan Layar OLED

Lenovo ThinkPad X9 Aura Edition Gunakan Layar OLED

Lenovo kembali mengguncang dunia teknologi dengan merilis ThinkPad X9 Aura pada ajang CES 2025. Laptop ini membawa perubahan signifikan dalam desain dan fitur. Hal...
Lolly Kembali Ke Keluarga, Nikita; Cari Korban yang Lain

Lolly Kembali Ke Keluarga, Nikita: Cari Korban yang Lain

Kini Lolly kembali ke keluarga dan Nikita sudah merasa bahwa ia telah memenangkan perseteruan. Nikita Mirzani memang akhirnya sudah berhasil menjauhkan putri sulungnya dengan...
Budidaya Bonsai Sancang dengan Tepat, Bisa Jadi Ide Bisnis

Budidaya Bonsai Sancang dengan Tepat, Bisa Jadi Ide Bisnis

Budidaya bonsai sancang patut Anda pertimbangkan. Hal ini mengingat tanaman bonsai masih menjadi favorit banyak orang. Banyak yang tertarik membudidayakannya, baik sebagai hobi maupun...
Memahami Konsep Pelepasan dan Penerimaan Elektron

Memahami Konsep Pelepasan dan Penerimaan Elektron

Pelepasan dan penerimaan elektron merupakan bagian dari reaksi redoks yang melibatkan transfer elektron. Dalam hal ini, istilah redoks berasal dari dua konsep penting, yakni...