Banjar, (harapanralyat.com),- Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Banjar, mengajak 60 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) kuliner, diantaranya 35 PKL Doboku dan 25 PKL Wisata kuliner (Wiskul) Pajajaran berikut para pengelolanya, pekan lalu melakukan studi banding ke Kota Semarang dan Solo.
Menurut Kasie. Bina Usaha Perdagangan Dalam Negeri dan Luar Negeri Disperindagkop Kota Banjar, Neneng Widyahastuti, S.Sos., bahwa studi banding dilaksanakan selama dua hari, (30/11-1/12). Tujuannya untuk memberikan wawasan kepada para PKL mulai dari masalah pengelolaan PKL yang baik, penyajian menu, serta cara menawarkannya kepada calon konsumen, seperti di kedua daerah tersebut.
“Target mereka di sana untuk belajar masalah penataan, kemudian belajar pengelolaan wiskul itu sendiri, serta variasi menu. Dinas sendiri belajar bagaimana dinas terkait di sana, yaitu Dinas Pasar, membuat kebijakan-kebijakan dalam mengelola para PKL, karena yang paling susah itu masalah pengelolaannya,” terang Neneng, saat ditemui HR di ruang kerjanya, Senin (5/12).
Lanjut dia, di Semarang maupun Solo, masalah pengelolaan PKL juga tidak hanya ditangani oleh satu dinas saja, tapi melibatkan beberapa dinas terkait lainnya. Dalam hal ini Dinas Pasar sebagai pembina, sedangkan untuk ketertiban melibatkan Satpol PP dan Dinas Perhubungan. Kemudian, untuk segi keamanan melibatkan aparat kepolisian, TNI (Babinsa), dan kebersihan melibatkan Dinas Kebersihan setempat.
Dikatakan Neneng, mind set para PKL di Semarang maupun Solo benar-benar sudah mandiri dan konsekuen dengan aturan yang dibuat pemerintah setempat yang telah disetujui oleh mereka. Namun, tidak demikian dengan PKL di Banjar.
Untuk itu, dengan dilakukannya studi banding tersebut diharapkan mampu membuka sekaligus menambah wawasan kepada PKL dan pengelolanya supaya lebih proaktif dalam menjalankan usahanya.
“Kalau di sana, para pedagangnya juga proaktif. Setiap ada pengunjung yang datang mereka berlomba menawarkan menu dagangannya masing-masing, jadi tidak hanya diam menunggu sedatangnya pembeli,” ujarnya.
Dia menambahkan, jika dilihat dari masalah daya beli, memang jauh dengan di Kota Banjar. Karena, dilihat dari segi perekonomian masyarakat maupun kondisi daerahnya, kedua daerah itu merupakan kota yang jauh lebih maju.
Tapi, apa salahnya kalau Banjar mencontoh atau mengambil pelajaran yang terbaik yang bisa diterapkan di Kota Banjar, guna memajukan keberdaan PKL kuliner.
“Tujuan utamanya tentu untuk meningkatkan kemampuan pendapatan para pedagang, serta meningkatkan laju ekonomi Kota Banjar. Dan, hasil dari studi banding tersebut juga perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah kota,” kata Neneng.
Dia menambahkan, pihaknya juga berharap, kedepan, kalau Lapang Bakti akan dijadikan taman kota, maka di sekeliling taman tersebut disediakan shelter-shelter untuk PKL, sehingga keberadaan mereka akan tertata rapih. Seperti halnya di Semarang, dimana pemerintah setempat menyediakan shelter bagi para PKL di sekeliling taman KB. (Eva)