Meski begitu, pengrajin mengaku sering kesulitan menjual dan menaikkan harga yang sudah terlanjur dipatok oleh bandar. Mensiasati hal itu, mereka terkadang terpaksa menjual batu bata kepada konsumen yang langsung meng-order dan mendatangi tobong bata (tempat produksi/ pembakaran), tanpa sepengetahuan bandar.
Seorang pengrajin batu bata setempat, yang namannya enggan dikorankan, Senin (14/11) mengungkapkan, para pengrajin di wilayahnya sudah terlampau terjerat dengan bandar. Akhirnya, mereka tidak bisa berbuat banyak untuk mengatur patokan harga bata.
Pasalnya, selama ini semua kebutuhan pengrajin mulai kayu bakar, tanah, dan keperluan lainnya selalu dipasok oleh bandar. Akibatnya, harga jual batu bata kepada bandar menjadi lebih rendah, ketimbang ketika pengrajin menjualnya langsung kepada konsumen.
“Keuntungan yang didapat dari konsumen langsung, lumayan bisa lebih tinggi, ketimbang dijual kepada bandar,” ujarnya.
Hanya saja, lanjut dia, ceritanya akan berbeda, ketika bandar mengetahui pengrajin menjual bata langsung kepada konsumen. Bandar akan menghentikan pasokan kebutuhan produksi batu bata merah para pengrajin.
“Tapi, ada saja pengrajin yang berani menjualnya langsung kepada konsumen, lantaran desakan kebutuhan,” katanya.
Sementara itu, Mamat, pengrajin bata merah, ketika ditemui HR, mengutarakan, semua batu-bata yang dia miliki sudah menjadi milik bandar. Dia mengaku tidak berani menjualnya langsung kepada konsumen, kecuali tanggungannya kepada bandar sudah selesai.
Menurut Mamat, hampir semua pengrajin di wilayah Karangpucung, memiliki keterikatan dengan bandar bata. Soalnya, semua keperluan produksi bata selalu disuplay atau dipasok oleh bandar.
Pada edisi HR sebelumnya, diberitakan, harga batu bata merah di wilayah Banjar dan sekitarnya, termasuk wilayah Karangpucung Desa Balokang Kec. Banjar dipastikan mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan, pengrajin bata terkendala pengeringan bahan bata, lantaran hujan yang terus mengguyur wilayah mereka.
Ruslani, pengrajin batu bata merah asal Karangpucung, mengatakan, sebenarnya harga batu bata merah di wilayahnya masih belum menentu, bisa tetap, kadang bisa melonjak naik, tergantung pengrajinnya.
“Soal kenaikan harga bata, menurut saya bagaimana niat pengrajin mau menjualnya berapa. Tapi, biasanya, memasuki musim hujan harga batu bata merah menjadi lebih mahal,” katanya.
Dia juga beralasan, proses penjemuran/ pengeringan batu bata mentah akan lebih memakan waktu, seandainya hujan terus turun di siang hari. Belum lagi, bahan bakar kayu yang juga membutuhkan pengeringan sinar matahari.
Kepada HR, Ruslani mengungkapkan, dari informasi sesama pengrajin, harga batu-bata pada saat memasuki musim hujan berkisar antara Rp. 350 sampai Rp 400. Harga tersebut belum termasuk ongkos pengiriman.
“Untuk ongkos bongkar muat (naik-turun) plus kirim, di daerah sini, dipatok sekitar Rp. 80 sampai Rp. 90 perbata,”katanya.
Meski begitu, Ruslani berharap, program pembangunan pemerintah dan swasta yang sedang berjalan saat ini, tetap bisa memberikan pengaruh bagi kelangsungan para pengrajin bata meski musim penghujan akan datang. (deni)