Usaha ternak ayam kampung memiliki nilai tersendiri di tengah gencarnya ternak ayam pedaging (ayam ras).
Ayam kampung disukai orang karena dagingnya yang kenyal dan berisi, tidak lembek dan tidak berlemak sebagaimana ayam ras.
Berbagai masakan Indonesia banyak yang tetap menggunakan ayam kampung, karena dagingnya tahan pengolahan (tidak hancur dalam pengolahan).
Selain itu daging ayam kampung memiliki keunggulan dibandingkan daging ayam broiler, karena kandungan nutrisi yang lebih tinggi.
Bagian Daging dada ayam ini termasuk makanan utama atlet binaraga. Sebab, daging ayam kampung mengandung 19 jenis protein dan asam amino yang tinggi.
Masyarakat di pedesaan sejak dulu sudah melakukan usaha peternakan ayam kampung.
Meski peternakan ayam kampung jumlahnya hanya sedikit, dan terkadang proses budidaya tidak dilaksanakan secara serius.
Seperti yang dilakukan Daye, peternak ayam kampung asal Dusun Wetan, Desa Ciakar, Kec. Cipaku.
Menurutnya, pemeliharaan ayam kampung lebih mudah dibandingkan dengan ayam ras.
Namun kata Daye, hal itu bukan berarti tidak membutuhkan perawatan intensif.
Dia menjelaskan, agar hasil produksi optimal, ayam kampung membutuhkan pakan berkualitas tinggi, kandang yang memadai dan program vaksinasi.
Sejak memulai usaha satu tahun lalu, Daye kini memiliki ratusan ekor ayam kampung.
Menurutnya, di awal usaha, hanya bermodalkan 3 ekor indukan.
Lebih jauh, Daye menjelaskan, ayam kampung merupakan sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal komersial.
Serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial.
Ayam kampung tidak memiliki istilah ayam kampung petelur ataupun pedaging.
Hal ini disebabkan ayam kampung bertelur sebagaimana halnya bangsa unggas, dan mempunyai daging selayaknya hewan pada umumnya.
Nama ilmiah untuk ayam kampung adalah Gallus domesticus.
Dia menambahkan, untuk mengubah sistem beternak ayam kampung dari sistem ekstensif ke sistem semi intensif atau intensif memang tidak mudah.
Apalagi cara beternak sistem tradisional (ekstensif) sudah mendarah daging di masyarakat.
Akan tetapi, kalau dilihat nilai kemanfaatan dan hasil yang dicapai tentu akan menjadi faktor pendorong tersendiri untuk mencoba beternak dengan sistem intensif.
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang optimal .
Diantaranya, bibit, pakan, perkandangan, manajemen pemeliharaan, pengendalian penyakit dan pengelolaan produksi.
Menurut Daye, bibit mempunyai kontribusi sebesar 30 persen dalam keberhasilan usaha peternakan.
Bibit ayam kampung (DOC) dapat diperoleh dengan cara membeli DOC ayam kampung langsung dari pembibit.
Membeli telur tetas dan menetaskannya sendiri, atau membeli indukan untuk menghasilkan telur tetas.
Kemudian ditetaskan sendiri baik secara alami atau dengan bantuan mesin penetas.
DOC ayam kampung yang sehat dan baik mempunyai kriteria sebagai berikut;
Dapat berdiri tegap, sehat dan tidak cacat, mata bersinar, pusar terserap sempurna, bulu bersih dan mengkilap, tanggal menetas tidak lebih lambat atau cepat.
Pakan untuk ayam kampung pedaging sangat fleksibel dan tidak rumit.
Bahan pakan yang bisa diberikan meliputi konsentrat, dedak, jagung, pakan alternatif seperti sisa dapur/ warung, roti BS, mie instant remuk, bihun BS, dan lain sebagainya.
Untuk perkandangan, lanjut Daye, syarat kandang yang baik berjarak permukiman minimal 5 meter dari pemukiman, tidak lembab, sinar matahari pagi dapat masuk dan sirkulasi udara cukup baik.
Penyucihamaan kandang dan peralatannya dilakukan secara teratur sebagai usaha biosecurity, dengan menggunakan des-infektan dan tidak membahayakan bagi ternak.
Ukuran kandang sebenanrnya tidak ada ukuran standar yang ideal.
Tetapi ada anjuran sebaiknya lebar kandang antara 4-8 meter dan panjang kandang tidak lebih dari 70 meter.
Kapasitas tampung kandang, tiap meter persegi sebaiknya diisi antara 45-55 ekor DOC sampai umur 2 minggu.
Kemudian jumlahnya dikurangi sesuai dengan bertambahnya umur ayam.
Pemeliharaan ayam kampung dibagi dalam dua fase yaitu fase starter (umur 1-4 minggu) dan fase finisher (umur 5-8 minggu).
Pada fase starter biasanya digunakan kandang bok (dengan pemanas) bisa bok khusus atau juga kandang postal yang diberi pagar.
Suhu dalam kandang bok biasanya berkisar antara 30-32°C. Pada fase finisher digunakan kandang ren atau postal seperti model pemeliharaan ayam broiler.
Kemudian, tahapan lainnya adalah manajemen pemeliharaan, manajemen atau tatalaksana pemeliharaan memegang peranan tertinggi dalam keberhasilan suatu usaha peternakan.
Pemasaran ayam kampung pada dasarnya mudah karena disamping jumlah permintaan yang tinggi, harga ayam kampung masih tergolong tinggi dan stabil, sedang produksi masih terbatas.
Ayam kampung dapat dijual dalam bentuk hidup atau sudah dipotong (karkas).
Rumah tangga, pengepul ayam, pasar tradisional, warung, supermarket sampai hotel berbintang membutuhkan pasokan ayam kampung.