Sudah pada umumnya, manusia adalah lumbung dari segala lupa. Lupa pada rupa, lupa pada duka, dan lupa pada suka. Manusia mengalami semua itu dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Namun ada suatu produk budaya yang mampu menghapus dan mengobati sebagian dari lupa itu; sebuah foto atau potret.
Berkat sebuah foto, manusia bisa teringat lagi. Ingat pada rupa, ingat pada duka, dan ingat pada suka. Foto atau potret hidup manusia menjadi deretan imajinasi visual yang mengajak mereka untuk kembali menyusun sebuah kisah ataupun keluh kesah.
Dalam situasi itulah, manusia seperti menemukan kembali kenyataan dirinya, biografi eksistensialnya. Dalam potret hidup yang terbingkai pada foto, manusia bisa menemukan dan melihat masa-masa hidupnya yang telah berlalu. Imajinasi yang dalam pun menciptakan dunia tersendiri dalam memori kita.
Kita mencoba membaca pikiran para veteran perang kemerdekaan, sesaat berlangsungnya upacara peringatan HUT RI ke-66 di kota Banjar. Sekelompok veteran dan purnawirawan, saat mengikuti upacara pada umumnya bergumam dalam waktu merebut kemerdekaan hanya dengan senjata apa adanya. Terkuat dalam jiwa merebut kemerdekaan, mereka berani mengorbankan diri hanya demi tanah air untuk bisa hidup merdeka.
Lepas dari penjajahan kolonialis dan imprialisme, untuk hidup merdeka demi negara dan bangsa Indonesia. Meskipun telah tua renta tapi semangat hidup tetap bergelora. Saat alat-alat bunyi ditabuh, tepuk tangan para veteran dan purnawirawan bergema. Ada juga yang saking senangnya mereka bersama-sama meniup peluit, dengan penuh percaya diri. Tak ada peluit dengan jari-jari tua tapi suara cukup keras. (Bachtiar Hamara)