Dari area 30 hektar, petani bisa memproduksi 40 ton kopi permusim panen
Ciamis, (harapanrakyat.com),- Tradisi membudidayakan tanaman kopi di wilayah Desa Tanjungjaya, Desa Purwaraja dan Desa Tigaherang Kec. Rajadesa masih mengakar. Hal itu terbukti, bahwa Kec. Rajadesa masih menjadi sentra kopi Kab. Ciamis. Sedikitnya, 480 petani kopi yang terkoordinir melalui Gabungan Kelompk Tani (Gapoktan) Wibawa Mukti, menggarap area lahan yang mencapai 30 hektar, dengan jumlah produksi sebesar 40 ton per-musim panen.
Ketua Gapoktan Wibawa Mukti, Dadang Sulaeman (44), Minggu (8/8), mengatakan, tanaman kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia. Jika potensi dahsyat ini bisa dimanfaatkan, komoditi ini bisa menjadi andalan di sektor perkebunan. Menurut dia, butuh sentuhan teknis yang tepat, niscaya harapan optimis tersebut bisa menjadi kenyataan.
Dadang melanjutkan, tradisi menanam kopi sudah mengakar kuat di Kec. Rajadesa secara turun temurun. Bahkan banyak warga/ petani kopi Rajadesa yang sukses mengembangkan kopi di wilayah Lampung Sumatra Selatan (Sumsel).
Kepada HR, Dadang menjelaskan, pemasaran dan pengolahan kopi pasca panen bisa dilakukan secara langsung. Kopi tersebut bisa langsung dijual dengan cangkangnya, atau disebut kopi gelotok. Cara kedua, cangkang dibuang atau diambil biji kopi-nya saja, kopi ini disebut kopi berasan.
Sementara proses penanaman dan panen, lanjut Dadang, dalam kurun dua tahun sejak penanaman, petani bisa memetik panen sebanyak 3 kali. Tapi, banyak petani di wilayahnya memilih mengolah kopi berasan ketimbang kopi gelotok. Alasannya, karena kopi gelotok kurang diminati pasar.
Ia menyebutkan, kopi berasan sangat dibutuhkan di pasaran, harga kopi berasan berkisar antara Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu perkilo. Harga tersebut bisa bertahan, jika kondisi dan stok permintaan sedang membludak. Lebih jauh, Dadang mengungkapkan, saat ini Gapoktan Wibawa Mukti, menjual kopi hasil petani di wilayah Rajadesa ke seorang penampung di Kota Tasikmalaya.
Di samping itu, Dadang bersama petani kopi lain, mengaku sudah mencoba mengolah kopi berasan menjadi kopi tepung atau kopi lokalan. Proses kopi lokal/ tepung, yakni, kopi berasan di-oven, kemudian ditumbuk atau digiling dengan alat penggilingan.
Bahkan, kini Gapoktan Wibawa Mukti, mencoba memproduksi produk kemasan kopi tepung, dalam skala kecil. Produk olahan itu baru dipasarkan di wilayah Kawali dan Rajadesa. Harga kopi tepung mencapai Rp 40 ribu perkilonya.
Pada kesempatan yang sama, Dadang mengaku belum menghadapi kendala yang berarti dalam pengolahan kopi pasca panen. Kecuali, jumlah unit mesin penggiling kopi yang perlu ditambah, untuk mengimbangi tingkat produksi kopi dan permintaan pasar.
Dia menambahkan, soal membangun kelembagaan/ asosiasi petani kopi, baginya bukan persoalan yang gampang. Pasalnya, Dadang mengaku, pernah berkeinginan untuk membentuk asosiasi petani kopi di Kab. Ciamis, namun belum juga terwujud. Meski begitu, kata Dadang, yang penting bagi petani kopi sekarang ini adalah produksi kopi dan penjualan hasil panen lancar, dan kesejahteraan petani kopi terjamin.
Menurut informasi Situs Dinas Perkebunan Pemrov Jawa Barat (Jabar), menyebutkan, area lahan perkebunan kopi di Kab. Ciamis lebih besar dari kab/ kota lain yang ada di Jabar, yakni mencapai 3.494 hektar.
Tanaman kopi yang ditanam di Kab. Ciamis berjenis kopi Robusta, jenis kopi yang cocok ditanam di dataran rendah, atau sekira diatas 400 meter permukaan air laut. Kopi jenis ini dapt ditemui di wilayah Kec. Rajadesa, Jatinagara, Rancah, Pamarican dan Langkaplancar. (DK)