Telepon seluler tidak lagi sekedar alat komunikasi. Telepon seluler menjadi alat banyak fungsi, dengan sekitar 200 juta pengguna. Benarkah ini menandakan bahwa angka pertumbuhan ekonomi kita bertempu pada konsumsi?
“Da nyata, geuning hirup mah. Lamun urang melak bonteng. Tangtu bakal jadi bonteng. Melak goreng, jadi goreng. Da nyata hirup mah. Lamun urang melak cabe. Tangtu bakal jadi cabe. Nuhade meunang, nu hade jodona,” pekik Atin (61).
Setengah terpejam bersenandung sambil berdiri mendengar lagu di dekat motornya, ia berdendang sepenuh hati mengikuti nyanyian Doel Sumbang berjudul Dan Dan Tut yang keras terdengar dari telepon selulernya (ponsel) yang ditempelkan dekat telinganya.
Telepon seluler itu berhenti sentakan pelanggan, Atin yang sedang berteduh di posko pangkalan ojeg di mulut Gang Nangka pertigaan Jalan Tentara Pelajar dan Jalan Kapten Jamhur kota Banjar. Hai? Lagi apa? si calon penumpang. Atin kaget, tersenyum melihat pelanggannya bergegas memasukan telepon selulernya ke kantung celananya, lalu menghampiri sepeda motornya.
“Hehehe… nuju nguping lagu Doel Sumbang (sedang mendengarkan) lagu Bu,” ucapnya terkekeh sambil menstater motornya. Atin menyimpan banyak lagu kesukaannya di dalam ponsel. “Sekarang enak, untuk mendengarkan lagu saya tidak perlu pulang ke rumah untuk memutar kaset. Saya sendiri yang mengisi 50 lagu tambahan, modal menunggu penumpang,” katanya dengan bangga.
Setelah hampir 20 tahun ponsel merambah negeri ini, orang makin takjub. Dahulu orang takjub dengan teknologinya meringkas jarak dan waktu berkomunikasi di mana saja dan kapan saja.
Kini orang makin dimanjakan dengan kemudahan ponsel yang membuat orang bisa mendengarkan radio, mendengarkan tangisan bayi sang cucu yang baru lahir, menerima dan menonton video di tengah sidang, serta mentransfer uang sambil makan siang. Bisa juga menjadi penyebar isu politik yang membuat petinggi keder.
Yang lebih membikin takjub, harga ponsel kaya fitur kini kian miring. Cukup merogoh kocek Rp.350 ribu, berhasil memiliki ponsel, ujar Denni yang telah memiliki ponsel canggih dan kartu memori 2 gigabyte (GB) yang menyimpan lebih dari 200 lebih lagu.
“Lagunya banyak yang saya buang, karena saya tidak suka. Saya ganti dengan lagu yang saya dapat dari pertukaran rekaman lagu lewat Bluetooth,” kata Deni yang menikmati koleksi lagu pop masa doeloe (tembang kenangan) di ponselnya saat menunggu penumpang duduk di becaknya bersama Atin, Senin (11/7) di mulut Gang Nangka Cikbar kota Banjar.
Dari waktu ke waktu, keinginan berganti menambah ponsel kian banyak dijadikan alasan. Untuk membedakan ponsel urusan pribadi, dan untuk menerima pesanan dari pelanggan, ucap ibu Ai penjual nasi uduk di Pertigaan Jalan Tentara Pelajar dan Kapten Jamhur di kota Banjar, ponselnya berbeda yang pangkal setiap pagi bersama tukang becak dan ojeg yang berjualannya sampai pkl 9.00 pagi sudah habis.
Pemesan bisa menghubungi ponsel khususnya, bila akan memesan esok harinya dan siap diantar. “Itukan servis kepada pembeli,” ucap Bu Ai sambil tersenyum. Ayeu na mah tos modern sanes?
Ujang sopir angkot berhasrat membeli ponsel bertelevisi yang kian murah bisa didapat mulai harga Rp. 300 ribu. “Trayek angkot saya jurusan Banjar-Pamarican pulang dan pergi setiap hari sampai lima rit. Selama menunggu penumpang penuh di terminal cukup memakan waktu lama, bisa sambil nonton tv lewat ponsel. Asyiiik!,” ucapnya.
Tak lagi sulit mencari penjual makanan, menghitung tagihan dengan kalkulator di dalam ponsel. Yaitu seperti Bu Ai, waktu menghitung berapa banyak bungkusan nasi uduk yang harus dibayar oleh si pembeli dihitung pakai kalkulator di ponselnya. Ponsel membuat Agus pengusaha properti yang sibuk, bisa mengaji dimana saja sambil istirahat saya bisa ngaji, ucap Agus. Engga kelihat orang tapi bisa ibadah, katanya.
Bahkan, ponsel juga menjadi bel rumah bagi Atin. Untuk menjemput mengantar tumpangan ojegnya, Atin akan lebih dahulu menelepon langganannya. Biar dia menunggu di depan rumahnya aja, malas pake panggil-panggil, ucap Atin.
Puluhan juta ponsel di impor tiap tahun, untuk memenuhi hasrat berponsel, dari anak SD (Sekolah Dasar) sampai mahasiswa, tukang pijat cukup dikontak lewat ponsel tak sulit. Bahkan bidan dan dukun beranak bisa dipanggil lewat ponsel bila ada yang akan melahirkan. Umumnya masyarakat perkotaan sampai perdesaan di pelosok bisa berkomunikasi lewat ponsel. Begitu perilaku manusia di zaman sekarang, segalanya sudah modern.