Minggu (21/7) sore, di Mall terbesar, di Tasikmalaya, Akma bayi berumur 13 bulan, menjalani agenda rutin.
Bagaimana menciptakan dunia bayi yang bahagia, sehat, dan bergaya?. Pertanyaan itu dijawab sebagian orang tua zaman sekarang dengan membawa bayi mereka ke tempat renang, spa, salon, gerai fashion dan ke studio foto ternama.
Mingguannya, yakni renang. Bayi montok berkulit putih bersih itu terlihat senang berkecipak di kolam renang khusus balita. Sesekali dia berusaha mengepak-mengepak air seolah ingin memperlihatkan kemampuannya berenang.
Antara 15-20 menit kemudian Akma mulai merengek kedinginan. Namun itu tak berlangsung lama. Seorang perawat mengangkat dan memandikan dengan sabun bayi, setelah bersih tubuhnya diluluri minyak telon sambil di pijit-pijit dari kaki sampai wajah sampai Akma tertidur.
“Setiap menjalani latihan renang, ia akan tidur pulas. Mungkin tubuhnya terasa rileks,” ujar Dian (27) ibunda Akma yang mengetahui layanan renang khusus bayi dari teman-teman se kantor.
Setiap minggu, Dian membawa anaknya yang mungil ke sana. Soal biaya, Dian tidak masalah asalkan anaknya mendapatkan pelayanan terbaik. Bayi-bayi atau anak balita berlatih berenang ke mall, konsumennya tidak hanya dari Tasikmakaya, tetapi juga dari daerah lain seperti Dian tinggal di Ciamis informasi soal tempat ini dari kabar dan cerita teman-temannya.
Bahkan dari Banjar, Banjarsari, dan Pangandaran banyak juga yang datang ke tempat itu melatih bayi-bayi atau balita belajar renang. Dan sekalian membeli baju-baju yang lucu-lucu untuk anak-anak.
Bayi-bayi zaman sekarang juga kerap dibawa orang tua ke studio foto ternama, dengan fotografer khusus bayi. Bagi sebagian ibu, setiap pertumbuhan bayi merupakan momen penting sehingga perlu diabadikan kendati untuk itu mereka harus mengeluarkan dana cukup besar.
Elsa Supardi, misalnya, mendokumentasikan pertumbuhan ketiga anaknya sejak mereka lahir. Kamis (21/7) sore, dia membawa anak bungsunya yang baru berusia dua bulan ke studio foto ternama di Tasikmalaya. Bayi itu diletakan di alas bersih dan dibidik seorang fotografer yang berpengalaman.
Kebutuhan bayi zaman sekarang tampak jauh lebih komplek dibandingkan dengan bayi zaman dahulu. Dulu bayi memakai popok yang bisa berkali-kali dipakai, tetapi sekarang mereka mesti menggunakan pakai popok sekali pakai.
Dulu bayi cukup mendengarkan senandung ibunya sebelum tidur, tetapi sekarang bayi dirasa perlu mendengarkan CD (compact disc) berisi musik pengantar tidur, bahkan music klasik yang diklaim bisa meningkatkan kapasitas otak.
Dulu, suami istri cukup berembuk dengan orang tua dan mertua masing-masing untuk menamai bayi mereka yang baru lahir. Sekarang mereka merasa perlu menghubungi pedagang nama untuk mendapatkan nama bayi yang unik, eksklusif, dan mengandung doa. Doa siapa ? Tentu saja doa sang pedagang. Orang tua tinggal mengamini saja.
Karena eksklusif dan mengandung doa, tidak heran jika harga satu paket nama (biasanya tiga ratenatif nama) dibandrol Rp.1 juta sampai Rp.3 juta. Beberapa tahun terakhir di kota-kota besar, juga tumbuh bisnis baby capture yang menawarkan jasa pembuatan replika kaki dan tangan bayi lengkap dengan guratannya.
Replika ini dibingkai dan diberi nama serta diskripsi si bayi. Produsennya mengkampanyekan layanan ini sebagai hadiah monumental dan sangat personal bagi bayi yang baru lahir.
Begitulah, bayi benar-benar menjadi segmen pasar yang seksi buat pelaku bisnis. Menyimak informasi dari pemilik bisnis peralatan bayi, menegaskan bahwa di balik dunia bayi ada peluang bisnis besar. Pembisnis perlengkapan bayi, tahu betul bagaimana selera para ibu terutama yang baru memiliki bayi .
“Umumnya mereka royal. Produk bayi apa pun bisa mereka beli. Adapun ibu-ibu yang memiliki anak kedua, ketiga dan seterusnya biasanya lebih rasional dalam berbelanja,” kata seorang pengusaha perlengkapan dan kebutuhan bayi, saat berbincang-bincang dengan HR belum lama ini.
Apa yang mau dikata, apa yang disebut dengan kebutuhan bayi, sesungguhnya hasil kontruksi dan imajinasi juga dijadikan si orang dewasa. “Bagaimana menjadi bayi yang bahagia dirumuskan berdasarkan imajinasi dan selera orang tua, toh bayi tak protes. Dan, perumusan itu kadang melibatkan kepentingan orang tua, seperti menegaskan status sosial, indentitas, dan citra keluarga,” ujar Budi Setiabudi pengamat gaya hidup dan budaya popular.
Imajinasi orang tua tentang dunia anak yang ideal selanjutnya difasilitasi dan terus diperbaharui oleh para produsen. Semua itu lalu dikemas dalam paket-paket komoditas penunjang gaya hidup. Disini bayi bukan lagi sekedar sebagai obyek, melainkan dijadikan sebagai agen promosi.
Kepolosan dan kelucuan mereka digunakan dalam iklan produk atau jasa yang membangkitkan hasyrat orang tua untuk mengonsumsi apa yang disebut produsen sebagai kebutuhan bayi. Lalu apa yang terjadi? Buat anak yang hidup dalam bujuk rayu dunia konsumsi, ia kemungkinan akan susah menjadi produktif sebab kesadaran yang diajarkan orang tua sejak ia bayi adalah kesadaran mengkonsumsi.