Ciamis, (harapanrakyat.com),- âSeandainya pemerintah kita mampu menyiapkan lapangan pekerjaan, tentu kami tidak akan pergi merantau mencari kerja dengan menjadi TKI,â ungkapan itu keluar dari perempuan baya berusia 34 tahun, Tetin Supriatin, warga Dusun Balemoyan Desa Mekarjaya Kec. Baregbeg, saat menceritakan kisahnya bekerja 9 tahun di negeri Jiran Malaysia.
Kepada HR, Tetin, Minggu (24/7) mengisahkan perjuangannya menjadi baby sitter di negeri orang. Bukannya mengurus bayi, Tetin bekerja mengurusi orang sakit di rumah majikannya.
Tetin mengaku, ketika dirinya lulus sekolah dari salah satu SMK di Kab. Ciamis pada 1995, dia memutuskan untuk mengadu nasib di luar negeri, dan akhirnya pilihan jatuh ke Malaysia.
Berbekal tekad dan bayangan gemerincing ringgit, Tetin berangkat dengan kendaraan umum, melalui Medan dan menyebrang sampai di Malaysia. Setibanya disana, ia mengurusi orang sakit kerabat pengusaha di Kedah (tempat majikannya).
Menurut Tetin, latar belakang bahasa, adat istiadat dan budaya, bahkan terkadang keyakinan membuatnya jadi kikuk. Namun, Ia tetap harus berusaha keras untuk beradaptasi dan bertahan hidup di negeri orang.
Yang ada di pikirannya hanya bagaimana menghasilkan uang sebanyak 350 ringgit perbulan. Beruntung berpihak padanya, ia mendapat majikan cukup baik dan peduli terhadapnya, bila dibandingkan dengan cerita yang ia dapat soal reka-rekannya sesama pekerja disana.
Tetin juga mengaku pernah melihat sendiri perlakuan majikan yang terlalu kasar terhadap pekerja seperti dirinya. Meski begitu, ia mengaku sering was-was jika apa yang dialami oleh kawan seperjuanga menimpa dirinya.
Dia juga menuturkan, dia berangkat ke negri jiran tanpa fasilitas agency atau jasa penyalur resmi TKI. Wajar saja, jika dia was-was, soalnya tidak ada jaminan hukum seandainya kejadian buruk menimpanya.
Banyak hal yang menjadi kenangan dan itu menjadi pengalaman yang sangat mengharukan baginya. Salah satunya ketika dia menjumpai hari raya idul fitri, dia terpaksa menunda rasa rindu/ kangen bertemu sanak saudara karena dia berada jauh dari rumah.
Pengalaman bekerja di berbagai tipe karakter majikan membuatnya sedikit demi sedikit memahami kebiasaan orang Melayu. Selesai kontrak di satu majikan, Tetin berpindah ke majikan lainnya, setelah dua tahun kontrak ia pindah ke majikan lain juga.
Beberapa wilayah Malaysia yang sudah dia jelajahi diantaranya Kedah, Taman Selasih Hitech dan terakhir sebelum memutuskan pulang ke kampung halaman, ia sempat kontrak kerja di pulau Pinang.
Saat ditanya apakah Tetin berniat kembali merantau ke Negeri Jiran, Dia menegaskan untuk tidak lagi pergi mencari uang yang lokasinya jauh dari rumah, apalagi harus ke luar negeri. Ia berlasan, ijin orang tua dan upah kerja di perantauan tidak sepadan dengan rata-rata kebutuhan.
âSaat ini gaji Baby sitter di Malaysia mencapai 600 ringgit, setara perringgit Rp 2. 600, atau sekitar Rp 1,6 juta. Belum lagi, faktor lain yang harus dipertimbangkan, jauh dari orang tua, dan lainnya,â katanya.
Selang beberapa saat kepulangannya ke Indonesia, pada bulan Juni 2011, Tetin mendaptkan pekerjaan di PT.Kosmo Indah, Pabrik Bulu Mata di Desa Handapherang , Cijeungjing.
Dari pengalaman itu, Tetin menyimpulkan, bahwa pemerintah harusnya menyiapkan lapangan pekerjaan bagi warganya. Hal itu agar mereka tidak memaksakan diri pergi mencari uang ke laur negeri. (DK)