Banjar, (harapanrakyat.com),- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjar mengaku cadel (sulit berbicara) soal penyelesaian masalah perbedaan tarif yang dipatok untuk penerimaan siswa baru (PSB) tingkat SMA/ SMK.
Pasalnya, hingga kini belum ada masyarakat secara resmi yang melaporkan keluhan, atau mengajukan persoalan tersebut kepada DPRD Kota Banjar.
Selain itu, persoalan tersebut juga masih dalam perdebatan panjang antar anggota di DPRD Kota Banjar. Masih ada anggapan bahwa pendidikan memang membutuhkan biaya banyak, sebagian lagi beralasan pendidikan merupakan hak anak bangsa, tanpa harus membebani mereka dengan angka pembiayaan yang semakin melangit.
Anggota DPRD Kota Banjar, dari Fraksi PKS, Supriadi, Selasa (14/6) mengatakan, pihaknya masih memiliki kendala dalam memperbicangkan disparitas/ perbedaan tarif yang dipatok antara pihak sekolah swasta dan negeri dalam tahun pertama PSB ini.
“Soalnya, kalau swasta saja bisa menekan besaran angka tersebut, kenapa di sekolah negeri yang konon banyak mendapat gelontoran bantuan, tidak bisa,” ungkapnya.
Meski begitu, Supriyadi mengaku akan memanggil Dinas Pendidikan Kota Banjar, guna melakukan hearing/ dengar pendapat soal permasalahan seputar PSB, pada 20 Juni mendatang. Pertemuan tersebut, kata Supriyadi, sempat tertunda lantaran kepentingan yang lain.
Namun, Supriyadi menegaskan, bahwa partisipasi komite sekolah dalam penentuan kebijakan di sekolah, khususnya dalam memutuskan nominal anggaran yang dibebankan kepada wali siswa sangatlah berpengaruh.
Untuk itu, Supriyadi berharap, komite sekolah sebagai perwakilan masyarakat, harus memiliki keberpihakan terhadap masyarakat. Hal itu bertujuan agar masyarakat tidak terlalu terbebani, ketika mereka hendak menyekolahkan anaknya, terlebih lagi masalah biaya.
“Jangan sampai, anggaran-anggaran yang kemudian dibebankan kepada para wali murid menjadi terkesan dikeluarkan sesuai standar komite sekolah,” katanya.
Supriyadi juga mempersoalkan tentang kedudukan komite sekolah yang banyak dijabat oleh tokoh dan pejabat publik, yang notabene dari kalangan menengah ke atas. Dia khawatir, keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan komite ternyata belum bisa mengakomodir suara masyarakat secara menyeluruh.
Dia menilai, banyak diantara masyarakat yang pasti kikuk saat akan membicarakan biaya pendidikan anak mereka di sekolah itu, sementara yang menjadi pemutus kebijakan dalam musyawarah merupakan orang yang mereka segani.
”Yang terjadi, masyarakat atau wali murid hanya mengangguk-angguk saja. Padahal masih ada sejumlah ganjalan yang belum sempat mereka ungkapkan dalam musyawarah,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Anggota DPRD dari F-Golkar, Oman Ismail Marzuki, Selasa (14/6) mengatakan, bahwa pembayaran biaya PSB diatas Rp. 1 juta, harusnya dilakukan melalui Bank. Dengan mekanisme pembayaran seperti itu, masyarakat bisa mengontrol penggunaan dan peruntukkan uang tersebut.
Lebih jauh Oman mengungkapkan, dengan cara pembayaran tersebut, pihak sekolah bisa menjelaskan alur/ sirkulasi keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), seandainya terjadi pemeriksaan.
Di tempat terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjar, Lukmanul Hakim, Selasa (14/6) membenarkan, bahwa pihaknya akan menggelar pertemuan bersama DPRD Kota Banjar, pada 20 Juni mendatang.
Menurut Lukman, pertemuan tersebut sengaja digelar, diantaranya untuk memperjelas bagaimana alur pembiayaan pada PSB di tingkat SMA/ SMK. Dari pertemuan itu diharapkan, semua persolaan PSB bisa terpecahkan.
Namun, Lukman juga menegaskan, semua sekolah tingkat SMA/ SMK Negeri memiliki otoritas tersendiri dalam menentukan biaya sekolah. Dengan kata lain, pihak sekolah memiliki wewenang dalam menentukan besaran biaya program pendidikan yang mereka tawarkan kepada para calon siswanya.
“Saya kira, persoalan ini tidak hanya di Kota Banjar saja, melainkan hampir di semua Kab/ Kota. Dan yang saya tahu, biaya yang dipatok untuk PSB di Banjar, jauh lebih kecil di banding dengan daerah lain,” ungkapnya.
Pada kesempatan tersebut, Lukman juga mengatakan bahwa biaya pendidikan tidak ada yang murah. Apalagi jika disesuaikan dengan tuntutan dunia serba modern saat ini. Lukman meyakini, untuk mencapai pendidikan bermutu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Meski begitu, Lukman menilai, biaya pendidikan di Kota Banjar tergolong paling kecil dibanding biaya pendidikan di Kota lainnya. Dia mencontohkan, di Kota Banjar biaya tahun pertama kurang lebih hanya Rp 4 juta, sedangkan di wilayah Kab. Ciamis di atas angka tersebut.
Sementara itu, soal jatah siswa miskin, Lukman mengaku sudah menghimbau kepada setiap jenjang pendidikan, termasuk SMA/ SMK, agar mengakomodir paling tidak 20 persen dari jumlah siswa yang akan masuk ke sekolah bersangkutan.
Dia memastikan, pihaknya pasti memberikan perhatian kepada para siswa miskin, asal siswa tersebut benar-benar memiliki prestasi yang mumpuni. Selebihnya, dia tidak memaksa bagi yang tidak mampu untuk bersekolah di SMA/ SMK favorit.
“Kalau memang kurang mampu, dan memiliki prestasi, anak tersebut bisa saja tetap bersekolah. Kalau tidak di sekolah negeri ya sekolahnya di swasta saja,” ungkapnya. (deni)