Pengungkapan Wali Kota Banjar DR. dr. H. Herman Sutrisno MM, sewaktu mengumumkan mutasi eselon II, III, dan IV awal Mei lalu, PAD (Pendapan Asli Daerah) Dinas Pertanian Kota Banjar baru 7 persen, pemasukan PAD di paruh tahun ini dan tidak menyebutkan berapa yang telah dicapai OPD (Organisasi Perangkat Daerah) lainya.
Ucapan itu menimbulkan suatu pertanyaan?. Mungkin saat ini Dinas Pertanian pemasukan PAD-nya terkecil dibanding OPD yang lain. Itu perkiraan stakeholder (Pemangku kepentingan).
Dua pekan setelah itu waktu berlangsungnya Sertijab (Serah terima jabatan) di Dinas Pertanian, Wali Kota Banjar, mengeluarkan kembali statement sangat mengagetkan. Mengaku prihatin, dengan banyaknya kasus bantuan bidang pertanian yang amblas di masyarakat penerima.
Lebih lanjut dr. Herman Sutrisno, berharap dengan kehadiran Ir. Nana Sutarna sebagai pejabat Dinas Pertanian yang baru bisa mengatasi permasalahan tersebut di Dinas Pertanian.
Kekhawatiran Wali Kota Banjar, bisa diprediksi dimana Banjar Agropolitan dijadikan visi, dengan dua ungkapan di atas terbersit kekhawatiran Banjar Agropolitan ada dipersimpangan antara gagal dan terwujud.
Kita hanya memprediksi ucapan Wali Kota, itu hal yang wajar bila Wali Kota berpikiran ke sana. Sebab misi-misi dari Agropolitan, belum ada hasilnya. Begitu juga stakeholder menilai, di mana Dinas Pertanian lelet menjabarkan misi-misi Agropolitan, tak ada gereget.
Misal, Balai Benih Ikan (BBI) berapa investasi digelojorkan untuk infrastruktur itu meskipun dananya bantuan dari pusat, belum dibidang pertanian, perkebunan dan kehutanan tak ada yang menonjol. Ini kenyataan bukan sentimen, memang Dinas Pertanian lelet kerjanya. Tak menangkap apa yang dimaui Wali Kota dalam menjabarkan Visi Agropolitan.
Ada anekdot dari pemerhati Pertanian, anggaran untuk Dinas Pertanian yang turun dari tingkat Pusat dan Provinsi bila dihampar di lahan sawah di Balai Benih Padi, lahan itu nyaris tertutup dengan uang anggaran yang diterima Kota Banjar. Pendapat lain dari masyarakat, bila Wali Kota bisa mendatangkan pegawai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Untuk membereskan manajemen di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset. Dan Badan Penanaman Modal Pelayanan dan Perijinan Terpadu. Kenapa tidak mendatangkan ahli Pertanian, dari Kementerian Pertanian atau akademisi, misalnya dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Memblenya Dinas Pertanian seperti sekarang ini, mungkin bisa lebih baik.
Kita mencoba meminta pendapat, dari H. Husin Munawar S.IP.M.Si Ketua Komisi B DPRD Kota Banjar juga sebagai Ketua DPD PAN Kota Banjar. Terkait mubazirnya bantuan pertanian dari Pusat dan Provinsi Jabar ke Pemkot Banjar untuk kelompok tani dan masyarakat, menurut Husin karena adanya sistem yang tidak tepat sasaran. Seperti dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Memang dalam hal ini, itu tugas Pemerintah Kota Banjar sebagai pelaksana penyalur bantuan. Namun jangan dilupakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan juga harus benar-benar bagus, ucap Husin.
Menurut dia, dalam pengalokasian bantuan yang akan disalurkan ke petani, Pemkot Banjar harus memperhatikan kultur masyarakat penerima bantuan yang diberikan oleh pusat maupun provinsi.
Sebabnya, seperti peternak yang ada di Banjar sebagian besar bukan peternak profesional. Maksudnya, mereka berternak hanya sambilan saja. Karena mata pencaharian mereka sehari-hari adalah petani, setelah beres pekerjaannya baru mereka mengurus ternaknya.
Akibat, ketidakprofesionalnya dalam memelihara ternak, makanya banyak ternak yang mati. Bisa juga karena tidak sabar mengurus, jadi ternak dijual. Dampaknya banyak kandang, tapi isinya kosong.
Untuk itu, imbuh Husin, seharusnya Pemkot Banjar membuat perjanjian berupa pakta integritas dengan petani penerima bantuan. Karena dengan adanya pakta integritas, Pemkot Banjar bisa memberikan sanksi kepada petani.
Menurut Husin, pakta integritas cukup dengan kelompok tani, jadi bila ada persoalan Pemkot Banjar mengontrol dan meminta pertanggung jawaban kelompok tani.
Dia menyarankan, alangkah lebih baik sebelum menyalurkan bantuan, Pemkot Banjar dalam hal ini Dinas Pertanian sebagai leading sector harus berkoordinasi dahulu dengan pihak pemberi bantuan baik pusat maupun provinsi. Jangan lupa dengan masyarakat petani, sebagai penerima bantuan.
Ketua Komisi B DPRD Kota Banjar, mencontohkan umpamanya Desa A mayoritas sebagai tukang kridit. Jadi pihak pemerintah harus membuat lembaga atau badan keuangan di Desa tersebut. Karena bila di Desa itu diberi bantuan kambing PE atau sapi, tentu saja tidak singkron dengan kebiasaan masyarakat setempat.
Selain itu yang paling penting, bantuan yang diberikan harus berkualitas bagus, jangan seperti yang sudah kambing begang, dan sapi ripuh. Bila terjadi sesuatu petani/peternak yang disalahkan. Kalau ternyata bantuan yang diberikan kepada masyarakat bukan yang berkualitas baik, ya pemberi bantuan yang disalahkan. Gitu dong, ucap Husin.
Saran Husin, agar di setiap Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di tiap Kecamatan, seharusnya punya lahan untuk demplot, bisa dengan menyewa lahan atau membeli.
Lahan yang ada di masing BPP bisa digunakan untuk uji coba tanaman atau ternak dengan varietas baru. Karena setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Baik itu unsur dan kadar tanah, suhu/temperatur lingkungan, maupun kelembaban udara.
Jika benar-benar setelah diuji coba di BPP dan hasilnya bagus, baru bisa diterapkan ke masyarakat. Selama ini masyarakat, diberi tanaman varietas baru, namun setelah di tanam belum tentu bagus hasilnya. Disitu perlunya uji coba, pesan Husin.
Pemkot Banjar harus konsisten, dengan konsep Agropolitan. Dan juga sudah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD), yang menjadi Visi & Misi Wali Kota Banjar.
Bila tidak konsisten menjalankannya, berarti Agropolitan dalam persimpangan. Untuk Ir Nana Sutarna sebagai Kepala Dinas Pertanian yang baru, harus bersungguh-sungguh menjadikan Banjar Agropolitan sebagai leading sector. Bila perlu kepada kepala-kepala bidang, membikin pakta integritas dengan kepala Dinas Pertanian, yang tidak mampu ganti.
Setelah leading sector berjalan dengan baik misi-misi agropolitan, baru bersinergi dengan OPD lainnya untuk mengatur alur hasil produksi pertanian, baik pasar, pergudangan dan keperluan lainnya agar petani tidak kebingungan menjual dan memasarkan hasil pertaniannya.