Ciamis, (harapanrakyat.com),- Spekulasi warga Desa Padamulya Kec. Ciharubeuti yang menyakini bahwa masih ada bendungan alam di sekitar bekas longsoran di hulu sungai Ciharus, yang dikhawatirkan kembali jebol dan memuntahkan air bah, hingga akan terjadi banjir bandang susulan, ternyata benar adanya.
Kamis, pekan lalu, Tim Investigasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Jawa Barat menelusuri ke lokasi bekas longsoran yang berada di puncak Gunung Syawal. Alhasil, di bekas longsoran tersebut ditemukan semacam bendungan alam di hulu sungai Ciharus, tepatnya di atas Curug Panjang, yang berada di areal Gunung Syawal.
Setelah ditelusuri, bendungan alam tersebut ternyata sumber air yang mengalirkan aliran air ke sungai Ciharus, dan bukan bendungan alam dari akibat tumpukan material yang dimuntahkan dari longsoran tanah, sebagaimana beberapa waktu lalu jebol dan mengakibatkan banjir bandang.
Kepala Bidang Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Jabar di Ciamis, Drs. Rajendra Supardi, menegaskan, bendungan alam yang membentuk lereng di atas curug panjang itu merupakan sumber air yang mengalir ke sungai Ciharus, dan bukan bendungan alam yang terbentuk dari tumpukan material longsoran tanah.
â Jadi, bendungan alam itu sudah sejak lama ada. Dan itu merupakan sumber air sungai Ciharus,â ujarnya, kepada HR, Selasa (12/4).
Rajendra menjelaskan, dari hasil penelusuran Tim Investigasi, dinding lereng Curug Panjang mengalami patahan atau retakan yang disebabkan oleh longsoran tanah. Patahan itulah yang dikhawatirkan terjadi kembali longsor di areal tersebut.
â Namun, untuk memastikan apakah patahan itu akan mengakibatkan longsor lagi, tentunya harus diteliti oleh ahli geologi. Karena untuk memastikan hal itu tidak bisa dengan prediksi nalar atau logika, â katanya.
Berdasarkan intruksi dari kementrian PU (Pekerjaan Umum), menurut Rajendra, harus segera dilakukan pengerukan material yang tersisa di bendungan alam di sekitar Curug Panjang Gunung Syawal.
â Upaya normalisasi dengan cara mengeruk material yang tersisa di bendungan alam itu sebagai upaya antisipasi terjadinya longsor dan banjir bandang susulan .â ungkapnya.
Rajendra menambahkan upaya normalisasi tersebut adalah dengan mengeruk material yang menyumbat jalannya air dari pintu bendungan alam di curug panjang hingga beberapa kilometer ke hilir sungai Ciharus.
â Diupayakan akan dikeruk, supaya jika terjadi curah hujan tinggi, air tidak menggenang di bendungan alam tersebut, akan tetapi lancar mengalir melalui aliran sungai Ciharus,â terangnya.
Disinggung mengenai waktu pelaksanaannya, Rajendra belum memastikan kapan langkah tersebut akan dilakukan.â Mengenai waktu pengerukannya kita akan menunggu koordinasi dari Kementrian PU, Pemprov Jabar dan Pemkab Ciamis,â katanya.
Hanya saja Rajendra mengatakan bahwa alat eskavasi (pengerukan) tidak akan terkendala untuk ditempatkan di lokasi bencana walaupun medan yang harus dilalui sangat curam.
â Alat pengerukan tidak terkendala untuk ditempatkan di lokasi , karena kita akan membawanya mengikuti aliran sungai Ciharus,â ungkapnya.
Namun demikian, sambung Rajendra, perlu adanya langkah bersama dari berbagai pihak mencari solusi untuk mengatasi kerusakan hulu sampai hilir Sungai Ciharus agar tidak kembali terjadi bencana.
â Lagi pula, permasalahannya tidak hanya di hulu saja, tetapi tumpukan material di hilir sungai juga harus dibersihkan. Karena aliran air dari hulu akan lancar apabila di hilir sudah bersih dari tumpukan material. Makanya, untuk memecahkan masalah ini, perlu berbagai pihak duduk bersama mencari solusinya. Karena hilir sungai, bukan lagi wilayah pengelolaan kita, tetapi itu wilayah pengelolaan BBWS Citanduy, â terangnya.
Dihubungi terpisah, Kepala BBWS Citanduy, Syahrial Ahmad, ST, M.Sc, ketika dihubungi HR, di ruang kerjanya, Selasa (12/4), mengatakan, pihaknya sudah malayangkan surat ke Departemen Pekerjaan Umum terkait dengan rencana normalisasi sungai Ciharus. Namun hingga saat ini belum ada balasan.
âKami telah mengajukan proposal dana untuk normalisasi sungai Ciharus dengan perkiraan dana sebesar Rp 3 milyar,â ucapnya.
Namun, menurut Syahrial, yang seharusnya berperan aktif dalam mengatasi bencana ini adalah Pemkab Ciamis, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ciamis.
Syahrial juga menyatakan normalisasi sungai Ciharus memang tanggungjawab BBWS Citanduy, namun dalam pelaksanaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak.
âSaya kira Pemkab Ciamis memiliki Dinas PU, dan tentunya dapat mendorong percepatan terlaksananya normalisasi sungai. Kita sudah melakukan berbagai upaya, termasuk melakukan koordinasi dengan Pemprov Jawa Barat,âtuturnya.
Syahrial menambahkan sebagai bentuk bantuan BBWS Citanduy telah menigirimkan satu unit genset dan dua unit mesin pompa air, untuk dipergunakan masyarakat guna tanggap darurat bencana.
âKami telah berupaya semampu mungkin, namun tentunya terkait dengan normalisasi sungai, ada mekanisme yang harus di tempuh. Karena BBWS Citanduy memiliki induk instasi. Bukan tidak mau bertindak cepat, tetapi perlu tertib administrasi. Karena untuk normalisasi membutuhkan dana yang besar,â katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, hasil pemeriksaan Badan Geologi yang dilakukan oleh Tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ke lokasi bencana, mengisyaratkan bahwa Desa Padamulya Kec. Cihaurbeuti Kab. Ciamis belum sepenuhnya aman dari bencana. Banjir bandang susulan masih mengancam daerah tersebut.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Dr. Surono, dalam surat rekomendasi hasil pemeriksaan ke lokasi banjir bandang Padamulya, menyatakan bahwa pada saat terjadi hujan deras, masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi bencana, yaitu di Dusun Depok, Sedakaler, Sedakidul, Ciawitali, dan Cigorowong supaya meningkatkan kewaspadaan dan mengungsi ke tempat yang aman untuk menghindari kemungkinan terjadi banjir bandang susulan.
Surono juga dalam surat rekomendasinya meminta agar dilakukan normalisasi aliran sungai Ciharus dari hulu sampai hilir dengan cara mengeruk material endapan banjir bandang, agar aliran sungai menjadi lancar seperti semula, dan juga agar dibuat tanggul-tanggul pengendali aliran sungai.
Namun, Surono melanjutkan, apabila normalisasi aliran sungai Ciharus tidak berhasil, maka disarankan agar permukiman yang mengalami rusak berat yang berada di sekitar lembah sungai Ciharus, agar direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman bencana gerakan tanah dan banjir bandang.
â Sementara permukiman yang rusak ringan dan terancam oleh kemungkinan banjir bandang, pada masa yang akan datang agar secara bertahap direlokasi ke daerah yang aman. Diberitahukan juga kepada masyarakat setempat agar tidak membangun permukiman di sepanjang lembah atau bantaran sungai Ciharus, â terangnya. (Bgj/DK/Pjr)