Deni Supendi
Mungkin bagi sebagian orang, tumpukan kertas bekas, besi tua, atau botol kosong adalah sampah rongsokan yang harus dibuang. Tetapi, ada sebagian orang justru menggantungkan hidup mereka dari barang rongsok. Bahkan, rongsokan pulalah yang mengubah nasib mereka.
Seperti apa yang dilakukan oleh Lili, warga Desa Balokang Kec. Banjar, sudah hampir 15 tahun ini menjalankan bisnis jual beli rongsokan. Hasilnya pun bisa dibilang lumayan. Selain bisa mencukupi kebutuhan keluarga, Lili juga bisa menarik beberapa warga untuk ikut bekerja bersamanya.
Usai lulus SMA, pria ini dituntut untuk memiliki pekerjaan, awalnya Lili juga merasa gengsi untuk memilih usaha rongsokan. Namun, keadaan Lili tidak sepenuhnya selalu diatas, dia harus berpikir dan berjuang keras memutuskan untuk berkecimpung pada bisnis ini.
Pada awalnya, dengan bermodalkan uang dan fasilitas transportasi seadanya, Lili berkeliling dari satu daerah ke daerah lain di Kota Banjar dan Kab. Ciamis untuk mencari barang rongsokan.
Dari tahun ke tahun, usahanya terus berkembang hingga omset perminggu bisa mencapai kurang lebih Rp. 3 juta. Hal ini bisa dia lakukan, selain sudah mengetahui daerah/ pengepul barang rongsok, dia juga menjalin hubungan baik dengan sejumlah pembeli yang berada di ibu Kota Jakarta.
Lili juga mengakui, bahwa bagi sebagian orang, bisnis rongsok memang dianggap usaha rendahan. Namun, karena keadaan dan keinginan untuk mengubah nasib yang sangat kuat, bisnis apapun asalkan halal bisa ditekuni.
Pada perjalanan usaha sampai dengan tahun ke-9, banyaknya pemain baru di dunia usaha rongsok, membuat usaha rongsok milik Lili mulai mengalami kemerosotan. Hal itu terjadi karena persaingan yang kurang sehat di lapangan.
Selain itu, banyak pengepul yang selama ini mejalin hubungan kerja dengannya mulai berpindah tangan kepada pegusaha baru yang bermodal cukup lumayan besar. Saat ini, terhitung sampai tahun ke 15, modal uang Lili sebesar Rp. 150 juta masih berada di luar.
Lebih jauh, Lili menjelaskan, meski terkesan âjorokâ, namun perputaran uang dalam bisnis ini lebih cepat dari usaha-usaha lainnya. Barang-barang rongsokan yang memiliki harga jual tinggi.
Menurutnya, usaha ini bagi kebanyakan orang dikatakan bisnis âpemulungâ, namun hasil dari bisnis ini bisa disejajarkan dengan usaha-usaha lainnya yang lebih mentereng.
Jika tidak pintar menangkap kesempatan, maka peluang tersebut bisa diambil pihak lain yang juga menggeluti usaha di bidang yang sama.
Dia juga menambahkan, untuk menjalankan usaha rongsok ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah memiliki tempat penampungan. Setelah itu mencari informasi tentang harga beli dan jual barang-barang bekas di sekitar lingkungan.
Percaya atau tidak, ternyata bisnis yang dianggap receh itu membuat usaha rongsok menjadi super besar. Apalagi bila transaksi yang dilakukan mencapai berton-ton.
Terlebih jika pengusaha rongsok bisa menjalin kerjasama dengan pengepul besar di ibu kota. Seadainya sanggup menyediakan barang bekas dengan jumlah tertentu, kemungkinan besar harga yang dipatok pengepul tersebut lebih murah, sehingga margin keuntungan usaha rongsok di daerah akan lebih besar. ***