Tulang punggung kemajuan ekonomi secara makro di kota Banjar berdasarkan Tinjauan Ekonomi dari tahun 2005 dan 2009 (Data Bapeda dan BPS kota Banjar.red) ditopang oleh ketiga sektor yaitu, perdagangan, hotel, dan restoran, serta didukung peranan sektor pertanian dan jasa-jasa.
Kemajuan ekonomi secara makro dapat dilihat dari besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhan ekonomi (LPE). Untuk itu, misi pembangunan yang dilakukan pemerintah kota Banjar berupaya keras meningkatkan LPE.
Misi tersebut merupakan tuntutan masyarakat kota Banjar agar distribusi kemajuan ekonomi dapat dinikmati sebesar-besarnya bagi kesejahteraan warganya.
Data tersebut juga mengatakan, struktur ekonomi yang dibangun selama ini mengarah kepada visi kota Banjar, “Dengan Iman dan Taqwa Kita Wujudkan Kota Banjar Menuju Kota Agropolitan Termaju di Priangan Timur”.
Untuk Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB ADHB), terjadi peningkatan lebih dari setengah triliun rupiah, dari Rp. 973,96 milyar di tahun 2005 menjadi Rp. 1.592,88 milyar di tahun 2009.
Peningkatan terjadi sebesar 11,11 persen, dimana yang mengalami laju peningkatan paling tinggi terjadi pada sektor konstruksi dengan capaian 12,45 persen.
Sementara untuk PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan tahun dasar 2000 bergerak dari Rp. 588,21 milyar menjadi sebesar Rp. 712,21 milyar di tahun 2009, atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,13 persen.
Transformasi struktur ekonomi itu dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu, sektor Primer; sektor ini tidak mengolah bahan baku, akan tetapi mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan segala terkandung didalamnya. Sektor ini meliputi pertanian dan pertambangan.
Sedangkan sektor Sekunder; mengolah bahan baku baik dari sektor primer maupun sekunder, menjadi barang bernilai lebih tinggi. Sektor ini meliputi, listrik, gas, dan air bersih dan sektor bangunan.
Ketiga sektor Tersier; merupakan sektor yang produksinya bukan dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk jasa. Sektor ini meliputi, perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. (lihat table 1).
Dengan demikian, kelompok Tersier masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di kota Banjar selama periode 2005-2009.
Trend LPE kota Banjar yang terus meningkat selama periode tersebut, telah menunjukkan kinerja perekonomian kota yang baru berusia 8 tahun ini, tidak mudah goyah akibat perubahan atau gejolak ekonomi nasional dan ekonomi dunia secara global.
Stabilnya perekonomian kota Banjar memiliki kontribusi dari kemajuan sektor perdagangan dan industry, terutama dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang telah menjadi urat nadi ekonomi masyarakat.
Hal itu dapat dilihat dari pergerakkan LPE kota Banjar yang cukup baik dari tahun 2005-2009, bergerak positif yaitu dari 4,63 persen di tahun 2005 tumbuh menjadi 4,71 persen di tahun 2006 dan 4,93 persen di tahun 2007. Meskipun capaian kinerja pertumbuhan sempat mengalami sedikit pelambatan di tahun 2008, dimana hanya 4,82 persen, akan tetapi di tahun 2009 pertumbuhan ekonomi tumbuh mencapai hingga 5,13 persen.
Faktor lain yang mampu meningkatkan LPE di kota Banjar, dikarenakan orientasi pemenuhan pasar lokal ternyata lebih cocok, untuk perekonomian kota Banjar saat ini. Hal itu dapat terlihat ketika perjanjian pasar bebas Cina Asia (ACFTA) tidak berdampak cukup berarti terhadap perekonomian.
Pemerintah kota Banjar menjadikan sektor Tersier, menjadi sektor andalan. Sebab, mempunyai kontribusi dan laju pertumbuhan lebih tinggi, sehingga dimasukkan dalam perencanaan pembangunan kedepannya.
Indikator lain yang mampu dijelaskan dalam analisis PDRB adalah pertumbuhan Indeks harga Implisit produk domestik regional bruto. Pertumbuhan indeks harga implicit merupakan indikator kenaikan harga di tingkat produsen.
Kenaikan harga dimaksud, diistilahkan dengan Inflasi PDRB. Inflasi PDRB dapat digunakan sebagai tolok ukur stabilitas perekonomian suatu wilayah. (Lihat table 2).
Table itu menjelaskan perekembanga inflasi PDRB di kota Banjar selama periode 2005-2009 mulai terkendali, ditandai dengan kecenderungannya menurun. Dan pada tahun 2009 inflasi PDRB kota Banjar berhasil mencapai 5,69 persen.
Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat secara makro, adalah Pendapatan Perkapita. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah, maka dalam kacamata ekonomi, tingkat kesejahteraan penduduk diwilayah tersebut dapat dikatakan bertambah baik. (lihat table 3).
Data tersebut menjelaskan perkembangan PDRB per-kapita kota Banjar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. PDRB per-kapita kota Banjar Atas Dasar Harga Berlaku tumbuh sekitar 14,5 persen per tahun, pada periode 2005-2009, yang ditunjukkan dengan adanya kenaikan terus menerus tiap tahun dari Rp. 5,92 juta di tahun 2005 menjadi hampir 10 juta rupiah (tepatnya Rp. 9,36 juta) di tahun 2009.
Jika dilihat berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yang mempertimbangkan laju inflasi, pertumbuhan PDRB per-kapita selama 5 tahun terakhir relatif lambat, yaitu hanya sebesar 4,25 persen. PDRB per-kapita atas dasar harga konstan masih berada di kisaran 3 sampai 4 jutaan rupiah.
Pada tahun 2005, PDRB per-kapita kota Banjar masih sebesar Rp. 3,58 juta, kemudian meningkat perlahan menjadi Rp. 3,71 juta di tahun 2006, dan di tahun 2007 menjadi Rp. 3,86 juta, Rp. 4,01 juta di tahun 2008, dan terakhir mencapai Rp. 4,18 juta di tahun 2009.
Kondisi itu menjelaskan bahwa walaupun secara nominal PDRB per-kapita mengalami peningkatan yang cukup tinggi, namun secara riil, PDRB per-kapita tidak mengalami perubahan yang signifikan, selama periode 2005-2009. Akan tetapi, secara umum pertumbuhan perekonomian kota Banjar jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penduduk yang hanya sekitar 1,7 persen di periode yang sama.