Banjar, (harapanrakyat.com),- Menginjak satu windu usia Pemerintahan Kota Banjar, tingkat kemajuan dari segi pembangunan infrastruktur terlihat sangat signifikan, baik pembangunan gedung perkantoran pemerintah dan swasta, pusat-pusat perbelanjaan, maupun fasilitas jalan umum.
Kemudian, sarana rekreasi yang representatif pun (Banjar Water Park) sudah bisa diwujudkan, sehingga hal itu dapat menambah masukan bagi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Banjar.
Namun sayang, saat ini semua kemajuan tersebut belum diimbangi oleh sarana pendukung lain yang sifatnya dapat dijadikan PAD. Misalnya fasilitas hotel yang memadai, sehingga tidak jarang ketika ada tamu, baik pejabat maupun artis dari ibu kota, mereka lebih memilih menginap di hotel milik tetangga (Kab. Ciamis).
Tapi ironisnya, meski belum tersedia fasilitas hotel yang memadai, tetapi kini Kota Banjar sudah mempunyai bangunan Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang berdiri dengan megah dan kokoh di puncak Bukit Puteri, tepatnya di wilayah Kel. Pataruman.
Mungkin saja LP tersebut sengaja dibangun di wilayah Kota Banjar untuk memfasilitasi orang-orang yang terbukti melanggar hukum. Baik kalangan pejabat maupun masyarakat biasa.
Apalagi Kota Banjar merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang sudah menjalankan implementasi Pakta Integritas. Sejumlah bantuan sosial dan bantuan yang bersumber dari dana pemerintah pusat, Pemkot Banjar telah melaksanakan komitmen Pakta Integritas.
Jika pada kenyataannya Pakta Integritas yang dikeluarkan pemerintah tidak berjalan efektif, maka hal itu dinilai sebagai pelanggaran hukum. Terlebih saat ini belum ada tindakan tegas terhadap pelanggaran Pakta Integritas yang dikeluarkan Pemkot Banjar, melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemberi bantuan.
Alasannya karena pelanggar masih bisa dibina. Selain itu, juga harus mempertimbangakan dari segi aspek sosial, lantaran rata-rata penerima bantuan tersebut kalangan masyarakat/petani kecil.
Bantuan langsung yang bersumber dari dana pemerintah pusat diperuntukan bukan saja di sektor pertanian, namun juga sektor pendidikan. Misalnya bantuan operasional sekolah (BOS) dan Blokgrand.
Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia Deputi Bidang Pencegahan Korupsi, Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Guntur Kesmeiyano, mengatakan, bantuan langsung pemerintah pusat ke dunia pendidikan termasuk rawan dengan korupsi dan manipulasi. Itu artinya rawan terhadap pelanggaran hukum.
Contoh paling sederhana yaitu, jika bantuan tersebut diberikan kepada sekolah, maka sekolah wajib memampangkan laporan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kegiatan di papan pengumuman sekolah.
Untuk itu, setiap penyelenggaraan bantuan langsung dari pemerintah pusat harus dipublikasikan kepada masyarakat luas, baik yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan, maupun pelaksanaan kegiatan.
Sementara menurut Ketua LBH SMKR Teteng Kusjiadji, SH., mengatakan, equality before the law, yang artinya setiap orang sama kedudukannya di depan hukum.
Maka, setiap pelanggaran terhadap hukum akan mendapat perlakuan sama di depan hukum, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Termasuk pelanggaran terhadap Pakta Integritas program bantuan pemerintah.
Dengan demikian, bukan tidak mungkin para pejabat sebagai penanggung jawab pemberi bantuan juga akan terjerat hukum yang mereka buat sendiri. Karena, membiarkan pelanggaran atau memberikan sesuatu kepada orang yang salah, itu termasuk melanggar hukum.
Jadi, siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum, maka bersiaplah menempati fasilitas LP di Bukit Puteri. Dimana LP tersebut akan mulai digunakan tahun 2012 mendatang. (Eva)