Konsumen roti burger di Kota Banjar tidak hanya kalangan tertentu saja, tapi masyarakat kelas bawah pun mulai akrab dengan jenis makanan asal Amerika itu.
Usaha memproduksi jenis makanan olahan roti burger telah dijalani pasangan suami istri Asep dan Dede, warga Perum Bumi Asri (Perum Pepabri), Blok B No 100, Lingkungan Banjarkolot, Kel/Kec/Kota Banjar, selama 14 tahun.
Awalnya usaha tersebut dilakukan ketika mereka merantau ke Yogyakarta. Selama di sana, usahanya pun mengalami perkembangan pesat, sehingga mereka mampu memiliki sekitar 15 gerobak, dan mempekerjakan 15 orang warga setempat.
Namun, akibat para pekerjanya secara diam-diam memproduksi makanan yang sama, akhirnya usaha Asep dan Dede mengalami penurunan. Bahkan, mereka sampai merekrut pekerja dari Banjar.
Sekitar awal 2010, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali pulang menempati rumahnya di Kota Banjar, dan mencoba membuka usaha yang sama ketika di Yoygakarta.
Meski harus memulai dari nol lagi, tapi tetap yakin kalau usahanya bisa berjalan lancar, karena mereka belum mengetahui secara pasti pangsa pasar di Kota Banjar, untuk jenis penjualan makanan roti burger.
Dengan modal sekitar Rp5 juta, Asep dan Dede mulai menata enam unit gerobak miliknya yang dibawa dari Yogyakarta. Modal sebesar itu digunakan untuk memperbaiki gerobak, serta biaya produksi pembelian kebutuhan roti burger.
Saat ditemui HR, Minggu (12/12), Dede menuturkan bahwa untuk roti burger dibuat sendiri, karena sudah punya peralatannya. Sedangkan dagingnya dikirim langsung dari agen khusus penjual daging burger di Bandung.
“Untuk pembuatan roti, biasanya saya lakukan setiap dua hari sekali. Biaya yang dibutuhkan dalam satu kali produksi sekitar 150 ribu rupiah, dengan menghasilkan 240 biji roti,” jelasnya.
Menurut Dede, pembuatan roti untuk burger berbeda dengan roti biasa. Selain itu, dari segi bentuk dan rasa pun mempunyai ciri khas tersendiri, tidak seperti roti lainnya.
Kemudian, untuk pembelian daging burger dipesan setiap dua minggu sekali. Daging dikirim langsung oleh agen ke rumahnya. Biaya yang dibutuhkan untuk 100 bungkus daging sebesar Rp800 ribu. Satu bungkusnya berisi 10 potong.
Saat ini jumlah roda yang digunakan baru 4 unit, semua ditempatkan di empat titik keramaian, yaitu di Alun-alun Banjar, di depan RSUD dan Toserba Yogya, serta di Jl. Cagak, Kel. Pataruman.
Masing-masing pedagang membawa roti burger rata-rata sebanyak 40 biji per harinya. Satu biji roti burger dijual seharga Rp5.000, dan setiap pedagang mendapatkan keuntungan sebesar Rp1.500/biji, sedangkan Rp3.500 disetorkan kepada pengusaha.
“Produksi kami dinamai Burger B 100, sesuai dengan nomor rumah. Semua pedagang mulai berangkat ke tempat mangkalnya sekitar jam 3 sore dan pulang jam 9 atau 10 malam. Ternyata di Kota Banjar juga konsumen burger cukup bagus, terbukti setiap hari pedagang mampu menjual 20 sampai 30 biji. Apalagi kalau cuaca sedang bagus, pedagang yang mangkal di Alun-alun kadang bisa menjual 40 biji,” tutur Dede.
Apalagi saat hari Lebaran maupun setelah Lebaran, para pedagang mampu menjual sampai 100 biji per-hari. Namun, bagi pedagang yang mangkal di depan Toserba Yogya, ramainya pembeli tidak dipengaruhi oleh cuaca.
Rencananya Asep dan Dede akan mengembangkan usahanya di sekitar jalan Batalyon, dan kawasan wisata kuliner, yang akan dibuka pada malam tahun baru nanti.
Tapi, sampai saat ini mereka masih kebingungan, karena belum memiliki modal bagi pengembangan usahanya itu.
“Modal yang kami butuhkan sebetulnya tidak banyak, ya disesuaikan dengan kebutuhan saja. Kalau pinjam ke bank memang merasa takut, apalagi kan persyaratannya ribet,” ujarnya.
Tapi, setelah mereka tahu di Bank bjb menyediakan pinjaman khusus bagi usaha kecil, mereka mengaku merasa punya peluang untuk mengembangkan usahanya. Namun, sebelum mengajukan pinjaman, mereka juga akan merinci dulu berapa kebutuhan yang diperlukan.