Banjar, (harapanrakyat.com),- Limbah batok kelapa yang sebelumnya hanya dapat dijadikan bahan kerajinan dan briket bahan bakar, kini telah memiliki fungsi sebagai penghias keramik dinding.
Seperti dilakukan Darus (32), pengusaha penghias keramik dinding dari batok kelapa, warga Desa Karyamukti, Kecamatan Pataruman, mengaku, bisinis yang digelutinya sangat menguntungkan, karena pangsa pasarnya cukup menjanjikan.
“Alhamdulilah, bisnis ini cukup menjanjikan, baik dari segi keuntungan maupun pasar. Bahkan kami kewalahan order yang diminta dari pihak perusahaan penampung,” katanya, Sabtu (4/12).
Menurut Darus, kebutuhan produksi dalam satu bulan pengerjaan, dirinya memerlukan bahan baku batok kelapa sebanyak 1 mobil pickup per hari, yang dibeli seharga Rp350.000. Jika dihitung per- bulan, dia mengeluarkan biaya sebesar Rp 8.750.000.
Dengan bahan baku sebanyak itu, Darus mampu memproduksi penghias keramik dingding kurang lebih 50.000 keping setiap harinya. Hasil produksinya itu dia jual per keping seharga Rp30.
“Jika dikalikan dengan hasil produksi sebanyak 1.250.000 keping per bulan dengan perhitungan 25 hari kerja, maka saya mendapat penghasilan kotor sebesar Rp37.500.000,” katanya.
Sementara untuk biaya upah bagi 13 orang pekerjanya, Darus membayar mereka sebesar Rp12 per-keping. Pengerjaannya dengan sistem borongan, dan satu orang pekerja mampu memproduksi keramik batok sekitar 3.850 keping per-hari.
Itu berarti, masing-masing pekerja mampu mengantongi uang dari hasil kerja borongannya sebesar Rp46.200 setiap harinya.
Sedangkan, biaya yang dikeluarkan bagi kebutuhan listrik, servis mesin, serta ongkos angkut dalam satu bulan, kurang lebih mencapai Rp 6.250.000.
“Dengan kalkulasi pengeluaran dan pemasukan pada bisnis yang saya geluti ini, saya memerlukan biaya produksi sebesar 30 juta rupiah setiap bulannya. Dan, kalau dihitung dengan pemasukan yang saya dapat sebesar 37.500.000 rupiah, maka keuntungan bersihnya mencapai 7.500.000 rupiah,” tuturnya.
Menurut Darus, kesulitan yang dihadapinya saat ini adalah masalah permodalan untuk pengembangan usaha. Karena, upah pekerja tidak bisa diutang, dan untuk kebutuhan pembelian bahan baku juga masih perlu tambahan.
“Permintaan pasar cukup banyak, bahkan perusahaan penampung meminta per bulan dikirim sebanyak 2.000.000 keping. Namun, modal yang saya miliki sangat terbatas,” katanya.
Meski pihak perusahaan penampung menawarkan pinjaman modal untuk pembelian bahan baku dan pembelian mesin baru, namun dirinya mengaku enggan menerimanya.
“Bukan apa-apa, saya khawatir jika tawaran modal dari perusahaan penampung saya terima, mereka akan seenaknya mematok harga jual dengan alasaan saya memiliki hutang. Sedangkan jika menggunakan modal pribadi, tentu saya bebas menjual kemanapun selama harga yang ditawarkan menguntungkan,” pungkasnya. (pjr)